Powered by Blogger.

June Reads #1

Reading scene from Call Me By Your Name
Scene from Call Me By Your Name (2017) | Chicago Reader

Monthly Reads kali ini dibagi dua lagi karena well yeah, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menulis panjang 🤷‍♀️.

Baca juga bagian keduanya, ya.

Ada May Reads dan postingan Monthly Reads lainnya juga, lho.

So yea, without further adothis is June Reads!

📚 Daftar Bacaan 📚
1. Lelaki Harimau - Eka Kurniawan
2. The Railway Children (Anak-anak Kereta Api) - Edith Nesbit

1. Lelaki Harimau

Eka Kurniawan


Foto sampul buku Lelaki Harimau

Trigger warning: rape, domestic violence, sexual violence, sexual harassment

Setelah cetak ulang beberapa kali, ganti desain sampul, diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, dan menang beberapa penghargaan, akhirnya aku bisa membaca buku ini juga (sudah ada di rak buku di rumah sejak 2005 alias sejak pertama kali terbit). Tapi, astaga, aku tidak pernah menyangka bahwa buku ini akan mengguncang jiwa.

Cerita diawali dengan kegemparan para warga sekampung atas kematian Anwar Sadat yang tidak wajar oleh Margio kemudian bab pertama ditutup dengan Margio yang membela diri:

"Bukan aku yang melakukannya. Ada harimau di tubuhku."

Bab selanjutnya menceritakan tentang kehidupan keluarga Margio—dari mulai ketika mereka pertama kali datang ke desa sampai rahasia Nuraeni (ibu Margio) yang membuat Margio terguncang sampai tidak pulang berhari-hari (jujur, aku juga kaget kayak Margio 🤯)—dan tetangganya, Anwar Sadat, sebelum dibunuh Margio.

Keluarga Margio dan Anwar Sadat saling berlawanan—yang satu penuh dengan kekerasan, sedangkan yang satu lagi penuh dengan kerukunan. Komar (ayah Margio) sering menyiksa Nuraeni, memukul Margio, dan menelantarkan keluarganya, sedangkan Anwar Sadat sering melecehkan dan tidur dengan perempuan-perempuan lain. Ironisnya, Anwar Sadat tidak pernah memukul istri dan anak-anaknya (Margio bahkan takut mengganggu momen hangat keluarga Anwar Sadat ketika menumpang menonton TV bersama-sama). Para warga di desa hanya bisa mengurut dada ketika menyaksikan KDRT dan memaklumi tingkah Anwar Sadat hanya karena dia selalu hadir saat shalat berjamaah. Alias KDRT dan melecehkan perempuan tidak apa asalkan rajin shalat (hadeh 💁). Satu hal yang pasti, Komar dan Anwar Sadat adalah kepala-kepala keluarga yang payah, buruk, dan sudah pasti tidak bisa dijadikan panutan.

Tokoh-tokoh perempuannya pun hanya bisa menderita diam-diam. Nuraeni melampiaskan penderitaannya lewat curhatan dengan peralatan dapur dan menanam bunga-bunga di taman—sampai-sampai Komar, Margio, dan Mameh (adik Margio) menganggapnya gila. Kasia (istri Anwar Sadat) seolah sudah pasrah dengan tingkah suaminya. Mameh yang setiap hari melihat ibunya disiksa tidak punya kuasa untuk menghentikan ayahnya. Betapa buruknya Komar hingga Margio berniat untuk membunuhnya. Betapa peduli Margio dengan penderitaan ibunya hingga dia selalu mencari-cari cara agar Nuraeni bahagia. Tapi, ternyata satu-satunya hal yang membuat Nuraeni bahagia adalah kelahiran Marian (adik bungsu Margio) yang (sedihnya 😔) kemudian meninggal seminggu setelahnya.

Di sanalah ibunya berbaring, dengan si bayi terbalut rapat oleh kain membelit-belit di sampingnya, tak lagi menangis sebab mulutnya telah disumpal oleh putik dada Nuraeni. Tamasya itu demikian sendu, di bawah remang lampu yang sampai hari itu masih diperoleh dari rumah tetangga melalui seutas kabel yang menggelayut di atap. Nuraeni memandangi wajah si bayi lekat, membelai rambut di kepalanya yang tipis.

"Lihatlah, Komar," gumam Margio. "Wajahnya terkutuk sangat bahagia."

Terlepas dari muatan yang bikin hati hancur dan kepala mendidih, Lelaki Harimau lumayan cepat untuk diselesaikan (karena aku penasaran dengan alasan kenapa Margio membunuh Anwar Sadat terutama dengan adanya harimau di tubuhnya). Aku suka dengan bagaimana Eka menggunakan gaya bercerita yang penuh dengan deskripsi mendetail, tapi tidak membosankan. Aku juga suka dengan dinamika tokoh-tokohnya alias semuanya memiliki peran yang signifikan terhadap perkembangan konflik. Well yeah, membaca buku ini memang bukan pengalaman yang menyenangkan, tapi aku percaya Lelaki Harimau ditulis untuk menyebarkan awareness tentang KDRT, kekerasan seksual, dan pelecehan seksual—isu-isu penting yang harus lebih banyak dibahas dan menjadi perhatian kita semua.

2. The Railway Children (Anak-anak Kereta Api)

Edith Nesbit


Foto sampul buku The Railway Children (Anak-anak Kereta Api)

Punya vibe yang sama seperti Little Women (yang pernah kubahas di sini) alias sama-sama penuh dengan kasih sayang, kehangatan, ketulusan, kebersamaan, kepedulian, petuah bijak, harapan, dan orang-orang baik hati. Aku membayangkan mereka sebenarnya hidup di semesta yang sama: para gadis March tinggal di Amerika, sedangkan anak-anak kereta api (Bobbie, Peter, dan Phyllis) tinggal di Inggris. Ibu anak-anak kereta api (yang tidak diketahui namanya) mirip dengan Marmee—kalau mereka bertemu pasti bakal saling berbagi tips parenting. Bobbie punya karakter yang agak bossy seperti Jo, keibuan seperti Meg, dan peka seperti Beth; Peter mirip banget dengan Amy yang keras kepala dan tidak mau mengalah, tapi selalu punya ide seperti Jo; dan Phyllis selalu menjadi penengah bagi saudara-saudaranya seperti Meg dan peka seperti Beth.

Ibu anak-anak kereta api dan Marmee sama-sama suka berbagi nasihat-nasihat ampuh, senang bercerita, dan selalu punya cara untuk memberi anak-anaknya pelajaran hidup tanpa menggurui. Bahkan, Ibu tidak gengsi meminta maaf kepada anak-anaknya setelah memarahi mereka (tidak banyak orang tua yang akan repot-repot berbuat begitu 💁). Ibu selalu menasihati agar tidak mengharapkan belas kasihan dari orang lain, meskipun mereka jatuh miskin setelah si ayah dipenjara karena terlibat suatu kasus. Ibu juga keren sekali karena suka menulis cerita-cerita untuk koran dan memberikan puisi sebagai hadiah ulang tahun untuk anak-anak (puisi-puisinya lucu 💖).

Setelah pindah ke pedesaan dan hidup di Pondok Tiga Cerobong, anak-anak setiap hari menghabiskan waktu di stasiun—melihat kereta-kereta yang melewati terowongan dan menganggapnya sebagai naga yang keluar dari gua, memberi nama kereta-kereta yang lewat, dan berkenalan dengan para petugas dan penumpang-penumpang di stasiun: Pak Tua si direktur kereta api—yang kalau di Little Women adalah Mr. Laurence, Pak Kepala Stasiun yang tegas tapi baik hati, Pak Perks si porter yang suka bercerita dan gengsian, dan Pak Szczepansky si orang Rusia yang kabur dari negaranya karena situasi politik. Anak-anak juga berani dan baik hati: mereka memberi peringatan adanya longsor untuk kereta yang lewat, menampung Pak Szczepansky sampai bisa bertemu kembali dengan keluarganya, mengumpulkan hadiah-hadiah dari warga desa untuk ulang tahun Pak Perks, dan menolong seorang anak yang terluka di dalam terowongan.

Selain membahas keluarga, The Railway Children juga membahas tentang betapa kebaikan akan berbalas dan terus mengalir. Aku terharu ketika Pak Tua membantu membebaskan si ayah dari penjara karena setelah segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada orang-orang di sekitar, anak-anak benar-benar pantas menerima itu (😭). Dan aku makin terharu ketika para warga desa juga turut senang dan mendoakan mereka.

Ngomong-ngomong, aku suka kata-kata Pak Perks setelah menerima hadiah dari anak-anak:

"Semoga pohon persahabatan kita tetap menghijau dan selalu bersemi."

No comments

Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)