Di hari kedua Lebaran yang fitri ini, kami (aku dan ma petite sœur)—dua warga kabupaten—memutuskan untuk bertamasya kembali ke ibukota. Kali ini, tempat yang mendapat kehormatan untuk dikunjungi adalah: kawasan Blok M.
Mengapa ke ibukota?
Satu, seperti tahun lalu, tidak turut serta merayakan Lebaran di Solo karena ada enam ekor bayi raksasa berbulu berkaki empat yang harus dijaga dan tidak bisa dibawa mudik. Jadi, sebagai pelipur lara dan rasa bosan daripada gabut di rumah saja, mendingan jalan-jalan santai sambil memutar roda ekonomi.
Dua, berpegang teguh pada keyakinan yang juga didukung oleh berita di TV nasional bahwa ibukota kosong melompong, lalu lintas tidak macet dan padat (hanya) saat Lebaran. Kalau jalanan saja sepi, berarti KA lokal dan KRL pun sepi karena tidak dipadati oleh para pekerja/commuters. Jadi, ini adalah waktu yang tepat untuk berlenggang kangkung dengan santai sambil terpana memandangi gedung pencakar langit.
Perjalanan diawali dengan naik KA lokal (harga tiket 4 ribu) dan turun di stasiun Cikarang. Wah, ternyata KA lokal pun ramai! Alhasil, tidak dapat tempat duduk dan harus berdiri.
Dari stasiun Cikarang, berlanjut naik KRL jurusan Kampung Bandan via Manggarai. Awalnya, KRL sepi—ada beberapa orang yang berdiri dan kami masih mendapat tempat duduk—tapi, semakin mendekati ibukota lho kok semakin padat??? Kurasa ini jauh lebih padat daripada hari kerja biasa???
Oke, sekarang aku mempelajari satu hal baru. Tidak ada bedanya antara naik KRL di hari kerja biasa dan hari libur Lebaran (surprise, surprise). Sama-sama ramai.
Tapi, di libur Lebaran commuters didominasi keluarga dengan bayi/anak kecil. Bahagia itu sederhana, ternyata. Tamasya keliling ibukota dengan biaya perjalanan cukup 4 ribu pun sudah menyenangkan bagi semua orang.
Setelah melalui keriuhan, kepadatan, keramaian, kepanasan, dan sedikit kejulidan dari ibu-ibu, kami turun di stasiun Sudirman untuk lanjut naik MRT dari stasiun Dukuh Atas.
Saat melewati area stasiun Sudirman-BNI City-Dukuh Atas (yang dihiasi mural warna-warni), kesan pertama adalah: "Oh, jadi ini tempat Citayam Fashion Week yang dulu hits tea" (sambil manggut-manggut).
Stasiun MRT lebih sepi, bersih, dan dingin daripada stasiun KRL. Sebelum naik MRT tas diperiksa lewat mesin pemindai (seolah mau naik pesawat saja). Kami naik jurusan Lebak Bulus dan turun di Blok M. Harga tiketnya 7 ribu. Suasana di dalam MRT lebih sepi, bersih, dan dingin (wow aku suka naik MRT!).
Asyiknya, sekarang aku bisa mencicipi rasanya menjadi seorang warga negara dunia pertama yang bepergian ke mana saja naik transportasi publik yang layak.
Seorang warga kabupaten yang dengan bangga dan gembira berfoto di depan transportasi publik paling layak di negaranya |
Setelah foto-foto sedikit di area sekitar stasiun, kami turun langsung memasuki kawasan Blok M Square, Blok M Plaza, dan Little Tokyo (kawasan khusus restoran dan klub Jepang autentik). Di Blok M, aku mendapati bagaimana praktis dan mudahnya tempat publik terkoneksi langsung dengan stasiun. Jadi, tidak perlu jalan terlalu jauh atau naik ojol dulu.
Agenda utama di Blok M adalah makan-makan alias Lebaran feast di salah satu restoran Jepang di Little Tokyo. Karena ada banyak pilihan tempat (dan menghindari kecele), tentu saja harus riset dulu di Google—mengenai suasana, menu, dan harga.
Setelah bersusah payah menelusuri foto dan ulasan singkat, membaca menu yang ditulis dalam bahasa Jepang, dan memperhitungkan anggaran, restoran yang terpilih adalah Kaihomaru. Kebetulan mereka menyediakan menu set makan siang berupa nasi, sashimi, sayuran, ikan panggang, tempura, dan sup miso seharga 138 ribu.
Wah, porsinya lumayan banyak juga yah. Tapi, kalaupun nanti di sana berubah pikiran, bisa pesan ramen atau teishoku saja.
Dari stasiun MRT Blok M, jalan kaki sebentar 200+ meter. Kesan pertama untuk Little Tokyo adalah: sepi, asing, dan agak... kumuh. Mungkin kawasan ini lebih terlihat bagus dan ramai di malam hari.
Sebagian besar restoran masih tutup karena libur Lebaran. Ada juga beberapa restoran yang tampaknya sudah tutup permanen. Entahlah. Sekilas tidak ada bedanya mana restoran yang buka dan tutup, kecuali papan tanda "Open".
Begitu pula dengan Kaihomaru—ternyata masih tutup! (Di Google tidak ada keterangan mengenai waktu buka/tutup saat Lebaran).
Sejenak perjalanan ini terasa sia-sia. Walaupun ada opsi restoran lain—kebetulan restoran seberang Kaihomaru sudah buka—tetap saja ragu.
Apalagi perut sudah lapar dan raga sudah lelah setelah naik kereta. Jadi, ya sudah lah, lanjut jalan saja ke M Bloc Space.
Tidak makan ala menu restoran Jepang autentik pun tak apa, yang penting makan. (Prinsip hidup makan untuk bertahan hidup).
Dari Little Tokyo, jalan kaki sejauh 500 meter—melewati Taman Literasi Martha Tiahahu. Kesan pertama untuk M Bloc Space adalah: "Oh, jadi ini tempat nongkrong anak-anak Jaksel."
Tempatnya biasa saja, sih. Ada banyak cafe dan kedai kopi. Tidak ramai juga.
Eh, ternyata di M Bloc Space ada kedai bakmi jawa! Kalau mencium dari aroma dan bunyi oseng-oseng wajan, sepertinya enak dan patut dicoba. Ya ampun, jauh-jauh ke Blok M hanya untuk makan bakmi jawa. Ya sudah lah, sebagai pelipur lara (dan pemadam kelaparan) karena tidak jadi pesta sashimi.
Pembayaran di M Bloc Space hanya menerima non tunai. Walaupun beli sebotol minum atau sebungkus es krim di supermarket (btw di M Bloc Space ada supermarket juga tapi sebagian besar produk yang dijual adalah hasil UMKM). Generasi cashless seperti aku yang malas bawa uang tunai lumayan menyukai ini.
Setelah kenyang dan tidak ada lagi yang bisa dilihat di M Bloc Space, kami beranjak ke Taman Literasi Martha Tiahahu. Jaraknya hanya 140 meter perjalanan kaki.
Ada beberapa kafe untuk nongkrong, area bermain anak, dan perpustakaan. Ada bookhive juga! Ya dong, kan namanya Taman Literasi. Sayangnya, perpustakaan sedang tutup (libur Lebaran). Padahal lumayan tuh kalau buka bisa sekalian ngadem, bersantai baca buku di bean bag.
Seorang warga kabupaten yang dengan takjub mendapati adanya ruang publik layak di tengah kota |
Taman lumayan ramai, di seberangnya ada kedai dimsum yang buka 24 jam dan kedai gelato. Duduk-duduk sebentar di bangku taman sambil mengecek ketersediaan tiket kereta pulang (belum beli).
Eh, ternyata tiket jam 18:00 sudah habis, tersisa jam 20:00.
Astaga, hendak ngapain dan ke mana lagi deh sampai jam 20:00??? Untunglah, ada pilihan transportasi lain: travel. Jam keberangkatan 17:00 dan harga tiket 50 ribu per orang.
Tak apa. Daripada terlunta-lunta di ibukota 😭.
Waktu menunggu dihabiskan dengan jalan-jalan berkeliling Blok M Square dan Blok M Plaza. Siapa tahu ada yang jual es teh. Sama-sama berbentuk mall sih, tapi Blok M Square lebih berupa kumpulan toko baju alias ITC.
Di Blok M Square ada pusat baju bekas alias thrift store. Harganya tidak jauh berbeda dengan baju baru di Shopee (bagi kaum mendang-mending sepertiku lebih baik beli baju baru sekalian 💁🏻♀️).
Setelah tidak ada lagi sesuatu yang menarik yang bisa dilihat, kembali ke stasiun MRT Blok M (praktis sekali langsung terkoneksi dengan pintu masuk stasiun begitu keluar dari Blok M Plaza). Naik kereta jurusan Bundaran HI untuk turun di Dukuh Atas.
Kebetulan tempat penjemputan travel terletak tidak jauh dari stasiun Sudirman. Kapan-kapan boleh juga nih pulang/pergi/pulang-pergi naik travel ke ibukota. Tinggal duduk manis dan dandanan tetap slay.
Ternyata ada yang sama melelahkan dan membosankan selain rute jalan Indramayu Pantura saat mudik; jalur KRL relasi Cikarang-Kampung Bandan 💆🏻♀️.
Langsung tertidur pulas di dalam mobil travel yang sejuk, lega karena tidak perlu mengarungi keriuhan KA lokal dan KRL.
Kapan-kapan ke ibukota lagi 🤞🏻.
No comments
Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)