Powered by Blogger.

Anak Kabupaten ke Ibukota: Jakarta Aquarium and Safari

Dua ekor ubur-ubur berenang bersama di dalam akuarium Jakarta Aquarium and Safari

Rasa penasaran dan sedikit keisengan melatarbelakangi niat si warga kabupaten (alias aku dan my sis) untuk JJS: Jalan-jalan Santai ke Jakarta. Salah satu tempat yang mendapat kehormatan untuk dikunjungi adalah Jakarta Aquarium and Safari. Berada di dalam mall Neo Soho, satu kompleks dengan mall Central Park dan apartemen Podomoro City.

Memang pada dasarnya always being so extra (dan sedikit anxious), kami mengalokasikan satu minggu sebelum berangkat untuk riset rute perjalanan dan harga tiket—melalui Google, tentu saja. All hail ibukota negara with its privileges, Jakarta Aquarium bisa dicapai hanya dengan transportasi umum alias tidak perlu naik ojol. Lumayan lah berkontribusi sedikit dalam mengurangi jejak karbon 💁🏻‍♀️.

Pertama, naik kereta lokal jam 06:00 dan turun di stasiun akhir Cikarang (cukup menyebalkan karena kini tidak lagi tersedia kereta lokal langsung ke Jakarta 😕). Kedua, naik KRL dari Cikarang sampai Tanah Abang (stasiun transit). Ketiga, naik KRL lagi dari Tanah Abang sampai Palmerah (stasiun terdekat dari Grogol Petamburan dan sekitarnya). Keempat, naik bus Transjakarta sampai halte Podomoro City. Kelima, jalan kaki lima menit melalui jembatan penyebrangan menuju Neo Soho. Keenam, sampailah di Jakarta Aquarium!

Terdengar mudah, praktis, dan ekonomis. Terkesan seperti warga negara dunia pertama yang tinggal di kota ramah pejalan kaki dengan transportasi umum yang sudah terintegrasi. Sayang, kenyataannya tidak begitu, tuh. Sebagai seorang warga sebuah kabupaten pinggiran yang bahkan tidak termasuk ke dalam singkatan Jabodetabek, perjalanan ke ibukota negara berasa kayak perjalanan ke tanah suci: jauh, lumayan melelahkan, tapi anehnya, sepadan.

Nah, sekarang aku mengerti lelucon orang Jakarta yang pergi ke Bekasi bagai pergi ke planet paling terluar dari tata surya. Terima kasih banyak kepada perjalanan 3 jam turun-naik kereta lokal, KRL, dan bus Transjakarta. Sisi baiknya, total ongkos pulang pergi lebih murah daripada satu paket hemat Hokben: cuma 26 ribu!!! Tidak perlu beli tiket di loket. Cukup menempelkan kartu e-money di palang pintu otomatis (asal saldo-nya cukup). Yah, walaupun ada efek samping berupa kaki pegal, papanasan menunggu jadwal kereta selanjutnya, antri turun berdesak-desakan ke peron bawah bersama ratusan penumpang dari berbagai destinasi (simulasi pertemuan di Padang Mahsyar 💁🏻‍♀️), dan berdiri menahan keseimbangan di dalam kereta sampai dapat tempat duduk.

Kini aku paham ke-struggle-an yang dihadapi para pekerja Jakarta setiap pagi dan sore (salut deh! 🙌). Aku bahkan cukup kagum dengan kebersihan KRL dan bus Transjakarta. Walaupun AC-nya tidak cukup dingin, dan ternyata juga ada iklan, musik, dan info pemberitahuan stasiun/halte pemberhentian yang berkumandang.

Ngomong-ngomong, sempat ada sedikit kebingungan saat turun di stasiun Palmerah. Menurut Google, kami harus lanjut naik bus Transjakarta koridor 9E. Eh... surprise, surprise. Bus 9E hanya beroperasi di hari kerja! Pikiran pertama yang terlintas adalah "Ya udah lah pesan ojol aja biar cepet". Dasar introvert, kami terlalu malu malas bertanya ke orang. Jadi, lagi-lagi mengandalkan Google, kami jalan kaki 15 menit papanasan ke halte terdekat, Slipi Petamburan, agar bisa naik bus koridor 9.

Jam 09:00 sudah sampai di kompleks Neo Soho-Central Park. Mall-nya belum sepenuhnya buka, jadi bersih-bersih dulu di toilet (penampilan lumayan kucel setelah perjalanan panjang). Kirain hanya kami pengunjung pertama Jakarta Aquarium yang ambis betul bela-belain berangkat subuh. Ternyata sudah ada beberapa keluarga yang sudah antri tiket masuk. Nice.

Agar niat berangkat lebih mantap, tiket sudah beli H-2 secara daring di tiket.com (harga IDR 169750 per orang). Dapat brosur berisi denah akuarium, jadwal pertunjukan, dan deskripsi singkat mengenai fauna yang bisa dilihat. Aku hampir lupa bahwa Jakarta Aquarium adalah tempat wisata—bukan pameran keliling dalam jangka waktu tertentu—jadi, aku agak terheran-heran di pintu masuk ada petugas yang mengarahkan berfoto di photo booth. Nanti di stan foto di dalam bisa lihat sekaligus beli hasil foto (seperti di tempat-tempat wisata pada umumnya).

Aku suka dengan jalur pengunjung Jakarta Aquarium yang satu arah dan bertahap, kemudian berakhir di akuarium utama tempat ikan-ikan besar dari lautan lepas berada. Memandangi para ikan berenang-renang di antara anemon dan koral adalah suatu kegiatan terapeutik. 100/10 recommended. Apalagi pencahayaan-nya diatur agak redup, bagus juga untuk latar foto siluet.

Akuarium besar berisi banyak ikan yang berenang berputar dalam satu arah

Setiap spesies yang pernah kulihat di film Finding Nemo dan Finding Dory ada di Jakarta Aquarium. Sekilas info: istilah bahasa Inggris untuk sekelompok ikan adalah school of fish. Kurasa inilah mengapa konsep sekolah di Finding Nemo adalah sekelompok anak ikan berenang bersama di punggung si guru, Mr. Ray. Sungguh menarik. Always learn something new everyday ya enggak, sih??

Highlight dari tamasya ini adalah otter! Astaga, kami beneran datang jauh-jauh ke ibukota hanya untuk melihat mereka, keempat otter yang sampai sekarang belum kuketahui namanya siapa saja 🥺. Otter di Jakarta Aquarium bukanlah spesies otter yang suka berpelukan dan menjadi pahlawan di salah satu scene Finding Dory (kalau ini spesies otter laut btw 🦦). Mereka adalah otter Asia. Kadar menggemaskannya tetap sama (aduh, ingin kubawa pulang untuk teman para kucing).

Sungguh, ketika akhirnya bisa melihat para otter kami langsung menjerit kegirangan seperti bertemu idol K-pop. Aku tidak keberatan menghabiskan waktu seharian untuk memandangi mereka lari-larian dengan lincah terus berenang berkelompok sambil mengeluarkan gelembung-gelembung kecil terus lari-larian lagi terus berenang lagi. Berulang-ulang.

Kami sempat melihat feeding show-nya jam 11:00. Hanya acara paparahe biasa kemudian diakhiri dengan seekor otter yang sudah terlatih menarik bendera bertuliskan kata-kata sambutan bagi pengunjung. Lumayan menghibur.

Selain otter dan para ikan, ada teman-teman mamalia lain yang bisa dijumpai (hence namanya Jakarta Aquarium & Safari): meerkat, binturong, kucing savana, monyet, dan lemur. Masing-masing juga punya acara pertunjukan, tapi kami tidak sempat lihat karena mulai di sore hari. Oh, dan ada sekelompok penguin di dalam restoran Jakarta Aquarium! Jika ingin bersantap ria sambil di-silently-judging sama penguin, silahkan datang ke restorannya.

Satu lagi kegiatan terapeutik favoritku: memandangi ubur-ubur berenang bolak-balik. Cara mereka bergerak sangat elegan dan memesona. Sayang sekali penghuni akuarium-nya hanya dua ekor. Aku ingin ada lebih banyak ubur-ubur (ya halo pengelola Jakarta Aquarium).

Exhibition Jakarta Aquarium tidak hanya mencakup ekosistem air laut, tapi juga ekosistem air tawar. Salah satunya adalah piranha. Mereka tidak berenang lincah. Mereka hanya diam dalam posisi dan arah yang sama. Mereka menunggu sesuatu terjadi. Seperti zombie yang akan agresif setelah ada pergerakan. Cukup menyeramkan, tapi anehnya menarik.

Sekelompok ikan piranha yang diam seolah sedang menunggu sesuatu

Aku membayangkan ada sepasang mata dari salah satu piranha yang perlahan-lahan menatapku—menyadari keberadaanku. Satu gerakan itu memicu piranha-piranha lain untuk seketika berenang dengan cepat ke arahku, menyerang dan mencabik-cabikku. Terima kasih atas citra buruk yang ditimbulkan media, selama ini piranha dan hiu sama-sama jadi korban fitnah. Probabilitas mereka menghindari manusia ternyata lebih besar daripada menyerang manusia.

Seorang wanita (alias aku) memandangi sekelompok piranha dari satu jendela bundar di Jakarta Aquarium and Safari
Memandangi (atau mengintip?) sekelompok piranha dari jendela bundar yang terpasang di akuarium


Acara tamasya selesai jam 12:00, tepat saat isoma (istirahat-solat-makan). Agar cepat, praktis, ekonomis, dan tidak perlu berpikir keras, lanjut makan siang di Neo Soho juga. Setelah kenyang, kami bingung hendak mengunjungi apa lagi karena kereta pulang jam 18:45. Tadinya sok ngide destinasi selanjutnya adalah Museum MACAN—yang hanya berjarak 5,5 KM dari Neo Soho. Tapi, energi sudah habis dan kaki sudah kepalang capek sampai-sampai terpikir untuk mencari hotel kapsul terdekat hanya agar bisa rebahan sebentar.

Ya sudah lah akhirnya kami lanjut saja menyebrang ke Central Park melalui skybridge, diiringi musik dan pemandangan balkon apartemen. Window-shopping sebentar sebelum duduk-duduk di lobi mall sampai jam 15:00. Setelah itu, mengulangi rute berangkat—kali ini naik KRL dari stasiun Duri sampai stasiun Cikarang alih-alih dari Palmerah.

Sampai kembali di kabupaten tersayang jam 19:00 membawa oleh-oleh berupa wallpaper ubur-ubur dan video para otter berenang dengan riang gembira tersimpan di hape.

Sedikit catatan pengingat untuk kunjungan selanjutnya ke ibukota naik transportasi umum:
☑️ pakai sunscreen .
☑️ pakai baju yang bahannya adem dan menyerap keringat.
☑️ pakai alas kaki yang nyaman karena banyak jalan dan berdiri.

Semoga di lain waktu kesampaian beneran ke Museum MACAN 🤞.

No comments

Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)