Powered by Blogger.

December Reads

Reading scene from The Book Thief
Scene from The Book Thief (2013) | Mindfood

Monthly Reads terakhir di 2020.

Baca juga November Reads dan postingan Monthly Reads lainnya, ya.

So yea, without further ado, this is December Reads!

📚 Daftar Bacaan 📚
1. The Kite Runner - Khaled Hosseini
2. The Hobbit - J. R. R. Tolkien
3. Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang - Luis Sepúlveda

1. The Kite Runner 

Khaled Hosseini 


Foto sampul buku The Kite Runner

Trigger warnings: rape, sexual harassment, suicide, genocide, bullying, racism

Ketika membaca sinopsis dan tulisan "Best Seller" di sampul, kukira buku ini akan punya nuansa yang sama kayak Laskar Pelangi (Andrea Hirata) atau sejenisnya alias penuh dengan nilai-nilai positif yang menggugah banyak orang dan aman untuk semua umur. Alias jenis buku yang bisa dibaca untuk bersenang-senang (comfort reads). Tapi, ternyata buku ini mengajarkanku untuk riset terlebih dahulu setiap sebelum baca untuk mempersiapkan jiwa.

Setelah menamatkannya, aku yakin sekali buku ini sudah pasti bukan untuk semua umur. Dan tentu saja bukan untuk bacaan ringan atau senang-senang. Saat membaca satu peristiwa yang menimpa Hassan, jiwaku langsung terguncang karena aku tidak menyangka bakal ada itu. Maksudku, hei, aku sudah mulai menikmati dinamika Amir dan Hassan yang menghangatkan hati, terus tiba-tiba mendapati bagian itu??? Astaga, jadi itu yang dimaksud “Amir-mengkhianati-Hassan” seperti yang disebutkan di sinopsis??? 

Jadi, selain mengisahkan persahabatan Amir dan Hassan—dua anak yang lahir dan tumbuh bersama di Afghanistan sebelum situasi politik memburuk—The Kite Runner juga mengisahkan: 

1. Hubungan anak dan orang tua 

Sebagai sesama anak dari orang tua Asia, aku bersimpati kepada Amir yang malang—bela-belain menang turnamen layang-layang hanya untuk mendapat validasi dari Baba (ayahnya) 💁.

2. Penebusan dosa 

Ini mirip seperti Atonement (Ian McEwan) (aku baru menonton filmnya saja, sih) dengan tokoh yang sama-sama menyesal akan perbuatannya di masa lalu dan berusaha memperbaikinya beberapa tahun kemudian.

3. Sejarah konflik di Afghanistan 

Ada pembahasan tentang suku Pashtun dan suku Hazara, dan Taliban yang menduduki Afghanistan. Walaupun tidak secara rinci, tapi lumayan untuk menambah pengetahuan. Aku langsung merisetnya di Google agar lebih paham (dan kepalaku mendidih setelah mempelajarinya).

4. Kehidupan sebagai korban perang 

Ada satu bagian ketika Amir menyaksikan seorang bapak menjual satu kakinya sehingga anak-anaknya bisa makan, dan panti asuhan yang selalu kedatangan banyak anak terlantar, tapi tidak mampu menampung mereka karena kekurangan dana. Bagian-bagian ini juga membuat jiwaku terguncang.

5. Bagaimana satu peristiwa bisa mengubah hidup seseorang sampai bertahun-tahun lamanya

Tidak hanya Amir dan Hassan yang merasa trauma karena kejadian itu, tapi juga Baba yang setelah bermigrasi ke Amerika terkadang masih terbayang-bayang dengan situasi konflik di Afghanistan.

Sesuatu yang terjadi dalam beberapa hari, kadang-kadang bahkan dalam sehari, bisa mengubah keseluruhan jalan hidup seseorang.

Aku sempat mandek selama dua hari setelah membaca kejadian yang menimpa Hassan. Aku jadi agak malas (atau terlalu sedih atau keduanya) untuk lanjut baca. Kuakui buku ini tidak memberikan pengalaman yang menyenangkan. Ending-nya tidak terlalu memuaskan karena kupikir masalah sebenarnya (yang lebih besar) belumlah selesai. Tapi, tidak apa. Amir yang menggunakan privilege-nya untuk menolong dan mengubah keadaan sudah cukup. Dan awareness tentang apa yang terjadi di Afghanistan.

Setidaknya, ada dua trivia yang kudapat:

🌠 Afghanistan adalah negara yang tidak punya pantai sama sekali karena tidak berbatasan dengan laut.
🌠 "Tashakor" artinya "terima kasih" dalam bahasa Farsi. Aku jadi paham bahwa yang dimaksud acara tasyakuran (sesuai dengan artinya) adalah untuk mengucap syukur atau berterima kasih.

2. The Hobbit 

J. R. R. Tolkien 


Foto sampul buku The Hobbit

Awalnya kukira prekuel LOTR ditulis menjadi tiga buku—mengingat filmnya yang juga dibuat menjadi trilogi. Setelah merisetnya di Google, prekuel LOTR ya The Hobbit ini saja, dan memang karena kreativitas (dan anggaran, kurasa) Peter Jackson sampai membuatnya menjadi tiga film. Secara keseluruhan, tidak banyak perbedaan antara versi buku dan film. Tidak ada orc, Legolas, Tauriel, dan kisah cinta tragis Kili di buku. Bagian ketika Gandalf memperkenalkan para kurcaci kepada Beorn sama lucunya walaupun di buku lebih deskriptif. Dan tentu saja, akhir petualangan Thorin dibuat lebih dramatis di film.

Ini pertama kalinya aku membaca karya Tolkien—tepat setelah menonton trilogi The Hobbit dan terpengaruh cuitan-cuitan LOTR-nya SketchesbyBoze. Banyak paragraf deskriptif yang begitu rinci dan tidak banyak dialog. Bahkan terjemahannya pun bagus (kudos to A. Adiwiyoto!). Lagu-lagu yang ada tetap berima dan puitis. Selain bagian perkenalan dengan Beorn, aku juga suka bagian ketika Bilbo bertemu Gollum dan bermain teka-teki (di sini aku jadi tahu bagaimana dan dari mana Bilbo mendapat cincin). Salah satu scene favoritku di film adalah ketika para kurcaci dan Bilbo kabur dari Kerajaan Peri dengan mengarungi sungai lewat tong. ITU SERU SEKALI!!! Ditambah para orc yang berusaha menyerang mereka dari pinggir sungai, cara pengambilan gambarnya seperti sedang main game saja. Astaga, please, kalau ada Middle-earth Theme Park, aku berharap ada wahana tong ini. Di buku aksi kabur mereka terasa biasa saja (karena tidak ada orc). Tapi, tetap saja cerdas betul si Bilbo ini (atau Tolkien karena bagaimanapun beliau lah yang menulis) bisa tercetus ide begitu.

Saat menonton LOTR, aku berpikir kalau bisa menjadi karakter Middle-earth, aku akan memilih peri karena mereka immortal, lincah, dan rupawan. Setelah membaca The Hobbit, sepertinya aku ingin menjadi hobbit saja. Maksudku, coba lihat, kehidupan para hobbit itu aku banget. Menyukai kenyamanan, ketentraman, dan makanan (aku juga ingin makan sepotong atau dua potong kue setelah sarapan!!!), tidak suka bepergian jauh alias berpetualang (di rumah lebih baik!!!), dan selalu senang saat bertemu Gandalf dan kembang apinya (yang ini kulihat di film 💁). Ditambah lagi, mereka tinggal di dalam liang dengan lorong-lorong yang menuju ke gudang makanan (❤) dan kamar-kamar.

Buku ini memberikan efek yang sama seperti filmnya—sama-sama membuatku merasa lebih baik (lagipula siapa tega menolak hobbit, coba???). Aku suka dengan bagaimana Tolkien menggambarkan perasaan tokoh-tokohnya ketika menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan atau masalah di tengah petualangan. Kayak Bilbo yang sering mengeluh sampai mendambakan kenyamanan liangnya, atau para kurcaci yang sedih dan menangis. Tolkien menunjukkan bahwa mereka tidak selalu menjadi kuat dan berani setiap saat—ada momen-momen ketika mereka merasa takut, sedih, dan putus asa walaupun mereka sedang menjalani petualangan mendebarkan dalam merebut harta di bawah gunung dari seekor naga. Aku juga amat sangat suka kata-kata perpisahan yang dituturkan tokoh-tokohnya. Tidak hanya ucapan standar kayak "Selamat berpisah", tapi juga mengharapkan hal-hal baik kepada satu sama lain. Kayak:

Semoga angin di bawah sayapmu membawamu ke tempat matahari berlayar dan rembulan berjalan.

Segunung emas masih belum memadai untuk pelipur lara karena perpisahan ini. Tapi aku gembira telah mengatasi berbagai bahaya bersamamu.

Semoga kenangan akan diri kalian takkan luntur.

Semoga kau selalu mendapat keberuntungan, ke mana pun kau pergi.

Bonus tebak-tebakan dari Gollum:

Benda ini makan segalanya:
Burung, binatang, pohon, dan bunga;
Mengerat besi, menggigit baja;
Batu keras pun digilingnya;
Membunuh raja, menghancurkan kota;
Meruntuhkan gunung sampai rata.

3. Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang

Luis Sepúlveda 


Foto sampul buku Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang

Jarang ada cerita dengan tokoh utamanya seekor kucing. Jadi, ketika membaca sinopsis buku ini, aku yang seorang cat lady langsung penasaran ingin baca. Ditambah ini adalah salah satu karyanya Sepúlveda pula (aku terpikat dengan Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta). Aku yakin kisah seekor camar dan kucing ini sudah pasti akan (sama-sama) menghangatkan hati dan memberikan pengalaman membaca yang menyenangkan.

Cerita dibuka dengan pertemuan antara Zorbas si kucing hitam dan seekor camar yang terjatuh di balkon rumahnya. Karena berlumuran minyak dari laut, si camar tahu dia tidak akan lama lagi bertahan. Jadi, dengan sisa-sisa energinya, dia bertelur dan berwasiat kepada Zorbas tiga hal: tidak akan memakan telurnya, menjaga telurnya dan merawat si piyik kalau sudah menetas, dan mengajari si piyik terbang. Zorbas tidak yakin bisa melakukan yang ketiga, jadi doi meminta bantuan teman-teman kucingnya.

Bagian serunya dimulai di sini. Selain Zorbas, ada Profesor si kucing kutu buku, Kolonel si kucing dari restoran Italia, Secretario si asisten Kolonel, dan Banyubiru si kucing kapal, yang dengan senang hati menjadi orang tua asuh berkaki empat bagi si piyik yang kemudian diberi nama Fortuna. Berpedoman pada hukum aerodinamika yang dipelajari dari ensiklopedia si Profesor, mereka berusaha mengajari Fortuna terbang. Tapi, tetap saja mereka adalah kucing, bukan burung. Jadi, Zorbas melakukan satu hal yang dianggap terlarang di dunia perkucingan.

Buku ini tipis, bisa diselesaikan dalam sekali duduk, dan cocok dibaca semua umur (walaupun ada beberapa bagian yang mungkin butuh pendampingan orang dewasa bagi anak-anak yang membacanya). Tokoh-tokohnya lovable dan unik (aku suka semuanya!!!). Ada isu lingkungan yang diselipkan dan memberi awareness tanpa menggurui: tentang pencemaran laut karena tumpahan minyak dan tumpukan sampah. Terjemahannya pun bagus (kudos to Ronny Agustinus!). Saat menyelesaikan bab pertama, aku langsung terpikat, eh, tahu-tahu sudah sampai halaman terakhir saja. Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang juga menunjukkan pentingnya berbuat baik kepada orang lain—tidak peduli apakah orang itu berbeda dengan kita atau tidak.

...kami ingin kau tahu bahwa bersamamu kami belajar sesuatu yang membuat kami sangat bangga: kami belajar menghargai, menghormati, dan mencintai makhluk yang berbeda dari kami. Mudah sekali menerima dan mencintai yang sama seperti kita, tetapi mencintai yang berbeda itu sangat berat, dan kau membantu kami melakukan itu.

No comments

Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)