Walau sudah sekian tahun berlalu hingga kini lulus dari universitas di kota Y dan pulang kembali ke kampung halamannya di kota K, Nora masih mengingat kunjungan pertamanya ke suatu minimarket yang terletak di dalam satu komplek pertokoan yang kini sepi, diapit oleh tempat bermain biliar dan rumah makan Padang.
Poster-poster penawaran diskon menempel di panel kaca depan. Ada stan penjual es krim dan pembuat kunci duplikat di sebelah pintu masuk. Secara keseluruhan, minimarket itu sama seperti minimarket lainnya: menjual kebutuhan sehari-hari. Namun satu hal yang menjadi kesan tak terlupakan bagi Nora adalah adanya piring-piring lukis bergambar peta negara dari seluruh dunia yang digantung di dinding belakang, dekat rak detergen dan pelembut pakaian.
Ketika ayah dan ibunya sibuk memenuhi keranjang belanja dengan daftar barang yang perlu dibeli, Nora asyik mengamati piring-piring tersebut. Ada banyak sekali piring menutupi dinding dari atas sampai bawah, diatur berdasarkan urutan abjad nama negara. Setiap pinggirannya dihiasi rangkaian bunga ungu dengan nama negara, ibukota, dan gambar bendera di bagian atas. Setiap kota dalam peta ditandai titik berwarna-warni.
Nora juga menyadari bahwa ada beberapa piring yang tampak miring, seolah ada orang yang sengaja memutar-mutarnya kemudian tidak meluruskannya kembali ke posisi semula. Dia tidak begitu memahaminya, tapi dia tahu piring-piring itu mengingatkannya akan buku atlas dunia yang selalu dibukanya dalam pelajaran IPS.
Siang itu setelah beberapa hari berada di kota K, Nora berkunjung lagi ke minimarket tersebut. Tidak ada lagi stan penjual es krim dan pembuat kunci duplikat. Tempat bermain biliar dan rumah makan Padang tampak sudah sekian lama tutup. Kini hanya ada minimarket itu dan beberapa toko lain. Nora masuk dan mendapati dua orang wanita, yang satu muda dan yang satu lagi tua. Si wanita muda sedang mengatur barang-barang, sedangkan si wanita tua sedang menonton televisi dari meja kasir.
Tiba-tiba, terdengar alarm yang memekakkan telinga di seluruh penjuru toko. Si wanita muda segera beranjak, tidak mengacuhkan tumpukan barang yang disenggolnya. Si wanita tua sudah menghilang entah ke mana.
"Jangan diam saja di situ," kata si wanita muda sambil menutup pintu depan. "Bantu aku melindungi toko."
Si wanita muda menarik sebuah jaring besar dari atas pintu, kemudian meminta Nora untuk menarik jaring-jaring lainnya. Setelah memastikan semua jaring sudah terpasang di setiap pintu, si wanita muda mengedikkan kepala, menyuruh Nora untuk mengikutinya.
Mereka berdiri di depan piring-piring lukis. Si wanita muda memutar piring negara Malaysia, Australia, Singapura, Ukraina, dan Kenya masing-masing ke sudut 45 derajat. Terdengar suara berderak kemudian muncul deretan anak tangga yang mengarah ke bawah. Setelah mereka masuk, piring-piring bergerak kembali dan anak tangga menghilang, digantikan dinding bata.
Si wanita muda memandu Nora melewati lorong panjang gelap. Alarm masih terdengar. Ada pintu berwarna ungu di ujung lorong yang terbuka, menampakkan ruangan luas berisi beberapa baris lemari kayu, sebuah meja bundar dengan tiga kursi, dua tempat tidur susun, dan kamar mandi. Sebelum menutup pintu, si wanita muda menarik jaring dari atas.
Seekor kucing calico berjalan menghampiri mereka dan mengangkat kepalanya ke arah Nora, "Wah, siapa ini?"
Nora masih belum dapat memahami kenapa dia berakhir di ruangan tersembunyi ini. Sekarang dia terkejut mendapati kucing berbicara.
Si wanita muda mengangkat alis ke arahnya dan Nora langsung menyebutkan namanya dengan gugup.
"Halo, Nora. Namaku Neci dan ini Saf," si kucing menunjuk dengan cakarnya. "Mungkin tadi kau sudah bertemu Tina yang saat ini sedang mengurus sesuatu yang penting. Yah, tidak usah mencemaskannya. Di sini kita aman dari mereka."
"Mereka?" tanya Nora yang sekarang mendadak pusing.
"Makhluk-makhluk yang akan memorakporandakan toko," jawab Neci. "Untungnya sekarang kami sudah memiliki sistem perlindungan yang bagus."
"Makhluk-makhluk apa?" Nora sekarang bersandar ke meja.
Alarm sudah berhenti.
Neci berjalan keluar dari ruangan tersebut, diikuti Saf dan Nora.
Mereka mendapati ada banyak bola hitam terperangkap pada jaring-jaring di pintu. Neci menyentuhkan cakarnya dengan hati-hati kemudian bola-bola itu pecah diiringi bunyi "pop" dan berhamburan menjadi glitter.
Nora mengerjapkan mata.
Neci terus menyentuh bola-bola seakan sedang bermain meletuskan bubble wrap.
Si wanita tua tiba-tiba muncul entah dari mana, wajahnya terlihat kesal.
"Ternyata ini hanya karena kesalahpahaman," katanya sambil bersedekap. "Kesalahpahaman apanya? Mereka tetap saja mengirim makhluk-makhluk itu! Padahal kita sudah rutin membayar uang pengaman setiap bulan, kini kita masih harus mengatasi kerusakan yang mereka timbulkan!"
Si wanita tua menggeleng-geleng kemudian mengalihkan tatapannya ke Nora seolah baru menyadari keberadaannya. Neci langsung mengenalkan mereka berdua.
"Yah, Nora," desah Tina, si wanita tua. "Selamat datang dan selamat berbelanja di toko kami."
"Maaf, aku masih belum mengerti tentang apa yang terjadi?" Nora memandangi kenalan-kenalan barunya satu per satu.
"Toko baru saja diserang. Setiap bulan kami harus membayar uang untuk memastikan toko aman dari serangan makhluk-makhluk bundar itu," kata Saf. "Ada kalanya kami tidak mampu membayar. Masih ada segala tagihan lain, apalagi harus memperbaiki kerusakan setelah serangan. Tapi, untungnya sekarang kami sudah menemukan kelemahan makhluk-makhluk itu sehingga kalau ada serangan lagi kami bisa mempersiapkan diri."
"Ruangan di bawah toko tadi adalah tempat perlindungan," kali ini Neci berbicara. "Makhluk-makhluk itu akan menjadi pasif dan mudah dihancurkan setelah menyentuh jaring. Kami masih belum mengerti kenapa bisa begitu, dan kenapa hanya melalui sentuhanku mereka bisa hancur. Jaring-jaring itu sendiri dikirim kepada kami oleh seseorang yang misterius."
Neci menggeleng-geleng sambil memandangi cakarnya.
"Kepada siapa kalian harus membayar uang itu?" tanya Nora.
Tina mengerutkan bibir. "Ada seorang pria berkacamata yang membawa koper dan memakai jubah panjang datang ke toko setiap bulan untuk menagih. Kami tidak tahu kepada siapa kami membayar, kami hanya tahu bahwa orang itu pasti sangat berkuasa. Dia bisa mengirimkan makhluk-makhluknya sewaktu-waktu dan itu berarti masalah."
"Yah, kami bisa apa lagi? Ibu dan aku sudah berusaha mati-matian mempertahankan toko ini," kata Saf sambil menepuk bahu Tina. "Kau lihat sendiri, kan, toko-toko di komplek pertokoan ini sudah banyak yang tutup? Apalagi setelah ada mal itu."
Nora mengangguk paham. Kota K kini sudah berubah, ada lebih banyak tempat hiburan dan pusat perbelanjaan dibandingkan satu dekade lalu. Nora ingat dia dan keluarganya harus pergi ke luar kota agar dapat menonton film terbaru di bioskop, atau membeli buku-buku bagus yang hanya ada di toko buku besar.
Tapi, sejak ada mal itu, mereka tidak perlu lagi repot-repot menghabiskan satu jam perjalanan hanya untuk bersenang-senang di akhir pekan. Apalagi rumah mereka terletak di satu komplek perumahan dekat mal, sewaktu-waktu bisa langsung pergi ke sana entah untuk belanja bulanan atau sekedar cuci mata.
Sore itu, Nora membantu Saf dan Tina membersihkan glitter dan memasang jaring kembali pada pintu. Neci hanya mengawasi dari atas meja kasir. Sebelum pulang, Nora memperhatikan keadaan lingkungan di sekitar situ. Semuanya tampak baik-baik saja, seolah serangan tadi bukanlah apa-apa. Toko-toko lain buka seperti biasa.
Nora berpikir apakah mereka mendengar alarm yang memekakkan telinga, mengira-ngira apa yang terjadi, kemudian menyaksikan sekawanan makhluk hitam bundar menyerang? Ditambah lagi ada kucing berbicara dan ruang rahasia di balik dinding!
Nora masih belum dapat mencerna apa yang dialaminya hari ini, bahkan sampai lupa untuk berbelanja.
No comments
Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)