JJS (Jalan-jalan Senang/Sebentar) selama tiga hari ke Bali ketika long weekend kemarin membuatku berpikir bahwa bukanlah hal yang buruk kalau aku tiba-tiba terbangun menjadi seekor anjing pantai Bali (selain menjadi kucing rumahan). Hidupnya hanya seputar nongkrong di pinggir pantai sambil menyapa anjing-anjing lain (dan sesekali pengunjung berkaki dua) kemudian asyik kejar-kejaran sampai terkena ombak. Sungguh sederhana, bebas, dan tanpa beban.
Yah, kalau bertransformasi menjadi seekor anjing adalah keinginan aneh untuk dipikirkan, kalau begitu aku (sebagai manusia) ingin setiap hari terbangun di Bali dengan pemandangan laut kemudian menghabiskan hari dengan termenung di pinggir pantai. Oh hei, ini bisa jadi jawaban juga untuk pertanyaan "Where do you see yourself in 5 years?" Kalau-kalau seseorang iseng bertanya.
Kali ini kunjungan ketiga ke Bali. Kunjungan pertama pernah kutulis di postingan ini. Vibe menyenangkannya masih sama, tapi tanpa pakai jasa travel agent, itinerary-nya singkat sekaligus mendadak, sangat berpedoman pada Google Maps, banyak jalan kaki, dan mengandalkan ojol.
🌼 Hari 1 - Sabtu 🌼
Berangkat dari CGK menuju DPS jam 12 siang. Setelah itu langsung check in ke salah satu hotel di Legian. Jaraknya 400 M jalan kaki dari Pantai Legian dan 2 KM jalan kaki dari Pantai Kuta. Saat itu udara masih panas, perut lapar (belum makan siang), dan terlalu mager untuk jalan kaki, jadinya pesan ojol untuk ke area Kuta. Sebagai turis-turis yang kebingungan mau makan apa dan di mana, mall menjadi destinasi pertama yang terpikirkan (selalu ada food court di lantai teratas, syukurlah!).
Mall terdekat adalah Beachwalk—yang konsepnya semi outdoor dan membingungkan seperti labirin (menghabiskan 30 menit dahulu berputar-putar di lantai dasar untuk mencari eskalator). Ternyata di sana juga ada toko gelato (tepatnya di dalam sebuah toko permen Candylicious). Harganya standar turis, oleh karena itu beli ukuran small cup alias yang paling murah (we gotta save 💸, Bund). Sayangnya, ukuran tersebut sedang tidak tersedia (mungkin cup-nya habis). Jadinya beli yang pakai cone (agar sensasi makan gelato lebih autentik). Setelah dihitung-hitung (ketika gelatonya sudah habis) aku malah menyesal kenapa tidak beli yang medium cup saja (telat banget baru sadar). Lebih murah daripada yang cone, dapat dua rasa, dan tidak akan meleleh lengket di tangan karena pakai cup. Tapi, on the good side, rasa cone-nya seenak kukis-kukis premium alias butter dan milk-nya terasa banget.
Kalau dibandingkan dengan Tempo Gelato Jogja (jujur saja seumur-umur makan gelato aku hanya baru merasakan itu): tekstur gelato Tempo lebih kental, sedangkan cone gelato Tempo lebih renyah dan kurang terasa butter-milk-nya. Yah, buatku yang akhir-akhir ini mudah senang terhadap hal-hal sepele, gelato apa saja langsung habis kunikmati dalam 5 menit. Selalu menyenangkan untuk mampir sebentar beli gelato (atau snack apapun) setelah berjalan-jalan sepanjang hari.
Sisa hari dihabiskan dengan termenung memandangi matahari terbenam sambil mengamati tingkah laku para pengunjung kaki dua dan kaki empat. Ada yang datang rombongan, berdua, sendiri. Ada bapak-bapak pejabat batikan, ada kakak-kakak menenteng paper bag belanjaan di mall, ada ibu-ibu penjual es lilin dan gorengan. Ada satu keluarga dengan dua anaknya yang sudah siap berenang. Ada sekelompok anak muda berselancar. Ada beberapa ekor anjing sedang diajak jalan-jalan oleh pemiliknya kemudian tiba-tiba seekor anjing pantai datang menghampiri untuk mengajaknya bermain di ombak.
Setelah matahari benar-benar terbenam dan hari mulai gelap, lanjut cari makan malam dengan sandal penuh pasir di sekitar Kuta.
🌼 Hari 2 - Minggu 🌼
Sarapan di hotel dengan menu "Breakfast of the Day" (tidak ada menu prasmanan). Kemudian berencana untuk sewa motor di dekat hotel, tapi malangnya tidak ada motor tersedia karena sudah disewa semua. Sudah terlanjur bete, mager, dan udara semakin panas akhirnya mengandalkan ojol untuk pergi ke satu supermarket Korea di Sunset Road (nemu di Google Maps dan memutuskan untuk menambahkan destinasi berikut ke itinerary hanya untuk mencicipi Milkis—rasanya kayak campuran Sprite-sirup-Yakult—dan melihat-lihat makanan impor Korea).
Masih terletak di satu jalan (walaupun beda arah), destinasi selanjutnya adalah ✨Toko Oleh-oleh Krisna✨. Berdasarkan Google Maps hanya berjarak 2 KM atau 20 menit jalan kaki. Mempertimbangkan tarif ojol dan jarak tempuh, sekaligus sedikit ingin menantang diri, akhirnya (sok-sokan) memutuskan untuk pergi ke Krisna dengan berjalan kaki. Setelah itu kebingungan kembali menentukan tempat makan siang dan ya, tentu saja lagi-lagi makan di mall 💁♀️. Surprise, surprise, mall terdekat dari situ ternyata hanya berjarak lima menit jalan kaki dan tinggal menyebrang jalan saja: Trans Studio Mall. Terima kasih Google Maps.
Setelah numpang makan dan ngadem sambil menenteng tote bag biru besar Khrisna, kebingungan kembali akan ke mana selanjutnya. Ya sudah lah, balik ke hotel saja. Rebahan sebentar (atau tidur siang bagiku).
Sore harinya berjalan kaki ke pantai Legian. Hotelnya tidak terletak di jalan utama, jadi akses ke pantai bagi pejalan kaki adalah melalui gang kecil di belakang beberapa hotel. Pantai Legian tidak seramai pantai Kuta, dan astaga, aku baru tahu bahwa ternyata dua tempat itu berbeda! (Meskipun hanya berjarak 2 KM dari satu sama lain) Yah, kukira pantai Kuta adalah sepanjang jalan yang selalu dipenuhi turis dan berjejer berbagai hotel itu.
Sunset kira-kira masih satu jam lagi. Foto-foto sebentar kemudian jalan kaki menyusuri pinggir pantai menuju keramaian Kuta sambil menunggu hari gelap (kaki sudah kuat kembali setelah tidur siang 2 jam). Kali ini ada lebih banyak hal menarik yang bisa diamati. Salah satunya, ini pertama kalinya aku menyaksikan orang-orang bermain voli pantai secara langsung! Tidak apa, always find something new everyday yegak.
Dan ada sekelompok anak lokal bermain bola dengan seorang turis bule. Mungkin tadinya bolanya tertendang jauh dan si turis yang kebetulan berada di dekat situ menendang balik untuk mengembalikan bolanya terus jadi malah ikut main. How fun. Ada sekelompok turis lokal yang bergantian foto bareng turis bule ("Mister foto mister!"). Ada turis-turis bule yang jogging sore, pakai sepatu atau bertelanjang kaki. Ada turis-turis yang belajar metode berdiri di atas papan seluncur sebelum siap nyebur langsung ke tengah ombak. Oh, tentu saja dong masih bertemu dengan para pengunjung kaki empat—berkejar-kejaran dengan riang di tengah ombak dan meninggalkan banyak jejak paw di pasir.
Sunset mulai terlihat, saatnya duduk termenung kembali di pinggir pantai. Ngomong-ngomong, menarik juga menyaksikan bagaimana kita sesama pengunjung pantai begitu terbirit-birit untuk menjauh ketika ombak datang (kadang-kadang ada ombak yang sapuannya mencapai batas terkering pantai di mana orang-orang biasa duduk santai). Sama-sama tidak ingin basah, tapi ketika sudah terlanjur basah (bahkan sandal hampir hanyut kalau tidak segera diselamatkan) sama-sama tertawa tanpa ada komando. Sama-sama merasa kesal sekaligus senang. Setelah itu kembali duduk santai seolah kepanikan kecil barusan tidak terjadi.
Mumpung malam terakhir di Bali, makan malam bukan di mall lagi (hore!), tapi di RM Ayam Betutu. Lagipula, Bali adalah surganya sambal matah dan AKU AMAT SANGAT SUKA SAMBAL MATAH. Tidak terlalu pedas—cocok buat seseorang yang tidak fans-fans amat terhadap pedas seperti aku. Setelah kenyang dan bahagia, lanjut menyusuri jalan sekitar karena di dekat situ ada toko gelato dan... Krisna (kenapa beli oleh-olehnya tidak malam saja ya sekalian lewat??? Yasudahlahya). Nongkrong sebentar di luar toko menikmati gelato sambil mengamati turis-turis lokal keluar membawa tote bag/kardus Krisna, terus lanjut balik ke hotel siap-siap packing untuk kepulangan besok.
🌼 Hari 3 - Senin 🌼
Pulang dengan hati senang.
Selasa kembali bekerja 9 to 5 dengan banyak pai susu dan separuh jiwa yang masih tertinggal di Bali.
Kapan-kapan ke Bali lagi! 🤞🏻
No comments
Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)