Rating yang kuberikan untuk film-film yang kutonton dipengaruhi oleh siapa sutradaranya, siapa pemain-pemainnya, jalan cerita, dan (aku yakin) lebih dipengaruhi mood. Karena aku adalah jenis orang yang mudah terhibur dan bukan kritikus film pula, jadi ya, selama aku menikmatinya, akan kuberikan rating (setidaknya) 3/5. Rating 4/5 atau 5/5 kalau menurutku bagus. Rating 2/5 kalau menurutku aneh (dan itu kuberikan untuk Twilight lmao ya ampun maafkan aku, spider monkey 🕷️🐒). Di antara film-film dengan rating 4/5 dan 5/5 itu ada beberapa film yang membuatku langsung berpikir “Loh??? Kok udahan???” alias aku masih belum puas. Aku ingin lebih banyak!!! Kayak penonton konser yang menginginkan encore. Kadang kalau sedang iseng dan bosan, aku suka menonton beberapa cuplikan adegannya di YouTube.
Jadi, inilah film-film yang membuatku menolak untuk cepat kembali ke dunia nyata.
Hot Fuzz (2007)
Ini adalah film kedua dari Cornetto Trilogy oleh Edgar Wright. Aku sudah menonton Shaun of the Dead yang kupikir biasa saja (oh, tolong jangan hujat aku!). Tapi, aku benar-benar menikmati Hot Fuzz layaknya aku menikmati sebungkus Cornetto di hari yang panas (aku langsung pergi ke mini market terdekat setelah menonton). Ada plot twist yang membuatku kaget, easter eggs yang baru kusadari setelah baca ulasan-ulasan di internet, adegan dan dialog yang setelah ditonton berulang-ulang tetap lucu, perkembangan dan dinamika karakter yang menarik, dan Simon Pegg dan Nick Frost yang berperan kembali menjadi partner in crime.
What We Do in the Shadows (2014)
Tentu saja aku tidak bisa menolak premis tentang sekelompok vampir yang tinggal bersama satu rumah di dunia manusia. Disutradarai Taika Waititi pula. Bahkan aku sudah langsung suka setelah menonton adegan pembukanya—tokoh Taika yang membangunkan rekan-rekan serumahnya untuk rapat di dapur membahas siapa selanjutnya yang harus cuci piring. Tidak ada konflik signifikan—hanya seputar keseharian vampir yang ditampilkan dalam bentuk mockumentary. Aku suka semuanya dari film ini—satu-satunya hal yang tidak kusuka adalah durasinya hanya 86 menit.
The Man from U.N.C.L.E (2015)
Aku tidak tahu apakah aku menyukainya karena ada Armie Hammer dan Alicia Vikander, atau karena premisnya adalah tentang dua agen rahasia yang berusaha membongkar rencana satu organisasi kriminal, atau karena disutradarai Guy Ritchie yang juga menyutradarai Sherlock Holmes (jadi sudah pasti akan seru!), atau karena gabungan ketiganya??? Yah, intinya aku menikmati pengalaman menontonnya, deh (dan outfits-nya Alicia Vikander). Ditambah adegan Henry Cavill menikmati roti isi sementara Armie Hammer sibuk menghadapi musuh di latar belakang.
Knives Out (2019)
Sebagai penggemar Sherlock Holmes dan Hercule Poirot, aku AMAT SANGAT menikmati film ini. Sama-sama menyenangkan (dan mendebarkan) seperti membaca cerita-cerita detektif. Ditambah Daniel Craig yang berperan sebagai detektif Benoit Blanc (bahkan saat pertama mendengar namanya aku langsung kayak *meme Leonardo DiCaprio nunjuk*), tata kostum, dekorasi, dan lokasinya (cable knit sweater, rumah tua yang ternyata punya pintu rahasia, dan pajangan pisau-pisau yang membentuk lingkaran), perkembangan konflik, twist di sana-sini yang mengejutkan, dan disutradarai Rian Johnson pula (aku suka The Last Jedi, ngomong-ngomong). Aku juga suka cara pengenalan tokoh-tokohnya (dengan alibi mereka masing-masing) dan konfrontasi si pelaku di akhir (dengan si pelaku yang tampak bangga akan kejahatannya). Dan Ana de Armas, tentu saja. Dan Toni Collette yang joget-joget sendiri. Dan Chris Evans yang menyumpah berkali-kali.
Boleh banget, dong, kalau film-film di atas dibuat sekuelnya. Atau serial TV sekalian. Aku bisa menontonnya sepanjang hari.
No comments
Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)