Suatu malam di bulan Ramadhan, aku sedang duduk menunggu waktu shalat tiba sambil memperhatikan jamaah masjid yang baru datang dari rumah masing-masing. Seorang ibu menggelar sajadah di saf belakangku dan dia datang bersama anak perempuannya.
“Bu, aku lupa membawa sajadah,” kata anak itu. Aku tidak memperhatikan ekspresinya, tapi aku yakin dia sedang gemetaran hebat.
“Dasar bodoh! Bagaimana kau bisa lupa?” tukas ibu anak itu.
Well oke, jika kau menjadi anak perempuan itu, apa yang bakal kau rasakan saat dikatakan ‘bodoh’ oleh ibu-mu sendiri?
Beberapa orang kadangkala mengucapkan kata kasar di akhir kalimat. Ada dua kemungkinan mengapa mereka mengucapkan kata itu: pertama, karena sudah menjadi kebiasaan, dan kedua, karena kesabaran mereka telah menguap dan berbaur dengan uap air yang ada. Aku tidak habis pikir kenapa kau bisa bilang ‘bodoh’ ketika seseorang lupa membawa sajadah.
Guru Agama Islam-ku pernah bilang, ditampar dengan kata kasar lebih menyakitkan daripada ditampar dengan tangan. Kesimpulannya, sword words might live forever.
Langsung to-the-point, aku benci mendengar seseorang dikatakan bodoh, seolah orang yang bilang ‘bodoh’ lebih brilian daripada orang yang dibilang ‘bodoh’.
Halo, Bu. Jika kau memang pintar, mengapa tidak kau berbagi sajadah berdua saja dengan anakmu daripada repot-repot bilang ‘bodoh’?
No comments
Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)