Aku merasa bagai liliput saat memandangi gedung-gedung megah di UGM. Megah? Iya, memang megah! Dan aku malah merasa seharusnya aku tidak berada di sana. Tapi, namaku tercetak di jadwal registrasi, di papan pengumuman lokasi tes TPA dan TOEFL. Dan begitu aku duduk di bangku nomor 039 tidak ada seorang pun yang tergopoh-gopoh menghampiriku untuk protes bahwa itu bangkunya. Jadi? Jadi, aku memang seharusnya berada di sana. Ah, emoticon apa yang tepat ya untuk mewakili perasaanku saat pertama kali melihat hasil SNMPTN? Kurasa emote ' :') ' tidaklah cukup.
Meskipun dalam satu tahun ada kesempatan main ke Jogja, tetap saja aku tidak hapal rute jalan. Kenapa? Ada dua alasan: (1) Setiap main ke Jogja biasanya hanya menghabiskan waktu kurang dari 24 jam jadi aku tidak bisa dengan mudahnya membayangkan ujung jalan ini-itu dan lewat mana kalau mau ke Malioboro atau Kraton (dan kemarin baru kusadari ternyata Kraton terletak di ujung jalan Malioboro!) dan (2) Kebiasaanku yang mudah terlelap di perjalanan (aku seketika terbangun begitu melintas di jalan Malioboro. Itu karena 'keajaiban' kecil yang dialami seseorang ketika sampai di tempat tujuan), jadi bagaimana aku bisa memperhatikan jalan?
Padahal setiap jalan berhubungan satu sama lain. Aku terus menerus mempertanyakan rute jalan ke Gramedia atau mall, karena tempat-tempat itu cukup penting untuk melarikan diri kalau lagi bete dengan kuliah. Oh, astaga. Aku akan menetap di kota yang ada Gramedia dan XXI-nya! Wah, akhir pekanku bakal lebih menyenangkan. Mungkin, kau bertanya-tanya kenapa aku memilih kuliah di Jogja? Ada tiga alasan: (1) Aku lumayan suka kotanya, meskipun lebih ramai daripada Solo. (2) Bahasa pengantarnya adalah bahasa Jawa. Salah satu cara untuk belajar suatu bahasa adalah dengan gaul langsung dengan penduduknya. (3) Di Jogja ada UGM. Oke, aku masih belum tahu kenapa aku naksir UGM. Bukan karena UGM menjadi PTN nomor satu di Indonesia. Jujur saja, bukan. Entahlah. Aku sudah mempunyai keinginan mau lanjut ke UGM sejak SMP, dan ketika orang lain bingung mau kuliah di mana, aku sudah tahu pilihanku.
Ah, ngomong-ngomong, aku tidak sabar menjadi mahasiswa lama. Jadi maba itu nggak enak. Segalanya tampak asing dan butuh adaptasi. Serius.
No comments
Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)