Hari ini di kelas Olahraga, kelasku mencoba passing atas, servis, dan melempar-lempar bola dengan jari-jari bukannya dengan telapak tangan. Dengar, aku tuh nggak bisa saat bagian melempar-lempar bola dengan jari-jari dan memukul bola melewati net. Malangnya aku – si gadis paling culun di sekolah, net-nya dipasang TERLALU TINGGI, bagiku, dan arah bolanya mengarah ke sisi lapangan dan TIDAK melewati net SEDIKITPUN. Astaga, kalau begini gimana dengan nilai test Olahraga Voli-ku buat hari Sabtu nanti? Pergelangan tangan kananku sakit, pula.
Di kelas Bahasa Indonesia, aku melakukan hal yang menurutku amat sangat BRILIAN. Jadi gini, kali ini kelasku membuat suatu karangan yang di dalamnya terdapat paragraf eksposisi, deskripsi, narasi, dan argumentasi. Jika kau salah satu orang yang senang menulis (seperti aku), maka kau akan merasakan betapa susahnya mengarang dengan ‘ditentukan’ begitu. Seolah-olah pikiranmu jadi ngadat mendadak karena terikat dengan ‘hal-yang-ditentukan’ itu. Nah, setelah selesai, kau menentukan apa judul, tema, dan amanat dari karanganmu itu terus dibacakan di depan kelas. Well, tadi sih Budi yang membaca. Sebenarnya, ada tiga orang yang mengumpulkan, tapi karena waktu yang terus berjalan, hanya Budi yang membaca. Nah, selama Budi membacakan karangan yang dia tulis, kami, para peserta didik lainnya HARUS menentukan salah satu jenis apa paragraf-paragrafnya.
Dan ini dia momen yang paling BRILIAN yang pernah kualami. Budi membacakan paragraf pertama dari karangannya, dan kami sibuk berkutat dengan pikiran masing-masing – menentukan jenis apakah paragraf yang tadi dibacakan Budi. Yeah, Budi bilang paragrafnya adalah paragraf deskripsi. Tapi, menurutku itu termasuk paragraf eksposisi. Dua orang temanku mengatakan kalau itu adalah paragraf narasi, dan mereka MENGEMUKAKAN secara langsung. Dan aku? Karena disebabkan rasa takut-dianggap-salah-sama-sang-guru, aku NGGAK mengemukakan secara LANGSUNG. Dan sialnya, Mr. U bilang bahwa paragraf itu termasuk paragraf EKSPOSISI. Kau dengar itu? Perlu diulang? PARAGRAF EKSPOSISI. Aku melolong bagai serigala yang merana ditinggal pacarnya dan menepuk-nepuk keningku (oke, ini bohong banget). Sampai di rumah, aku langsung memaki-maki diriku karena begitu briliannya membiarkan kesempatan berpendapat itu terbang bebas menempus atmosfer Bumi.
Dan menakjubkannya, itu membuatku lebih sadar – harus lebih berani mengemukakan pendapat, LAIN KALI. Mr. U juga sendiri bilang kalau jangan pernah MALU mengemukakan pendapat. Well, bener juga sih, soalnya kan pendapat-pendapat yang kau kemukakan DIJAMIN oleh Undang-undang Negara. Ah, ingin rasanya mengulang momen tadi dan hari Kamis cepat datang, soalnya ada kelas Bahasa Indonesia lagi di jam kedua.
p.s. Postingan ini diambil dari jurnal yang kuketik di laptop.
Di kelas Bahasa Indonesia, aku melakukan hal yang menurutku amat sangat BRILIAN. Jadi gini, kali ini kelasku membuat suatu karangan yang di dalamnya terdapat paragraf eksposisi, deskripsi, narasi, dan argumentasi. Jika kau salah satu orang yang senang menulis (seperti aku), maka kau akan merasakan betapa susahnya mengarang dengan ‘ditentukan’ begitu. Seolah-olah pikiranmu jadi ngadat mendadak karena terikat dengan ‘hal-yang-ditentukan’ itu. Nah, setelah selesai, kau menentukan apa judul, tema, dan amanat dari karanganmu itu terus dibacakan di depan kelas. Well, tadi sih Budi yang membaca. Sebenarnya, ada tiga orang yang mengumpulkan, tapi karena waktu yang terus berjalan, hanya Budi yang membaca. Nah, selama Budi membacakan karangan yang dia tulis, kami, para peserta didik lainnya HARUS menentukan salah satu jenis apa paragraf-paragrafnya.
Dan ini dia momen yang paling BRILIAN yang pernah kualami. Budi membacakan paragraf pertama dari karangannya, dan kami sibuk berkutat dengan pikiran masing-masing – menentukan jenis apakah paragraf yang tadi dibacakan Budi. Yeah, Budi bilang paragrafnya adalah paragraf deskripsi. Tapi, menurutku itu termasuk paragraf eksposisi. Dua orang temanku mengatakan kalau itu adalah paragraf narasi, dan mereka MENGEMUKAKAN secara langsung. Dan aku? Karena disebabkan rasa takut-dianggap-salah-sama-sang-guru, aku NGGAK mengemukakan secara LANGSUNG. Dan sialnya, Mr. U bilang bahwa paragraf itu termasuk paragraf EKSPOSISI. Kau dengar itu? Perlu diulang? PARAGRAF EKSPOSISI. Aku melolong bagai serigala yang merana ditinggal pacarnya dan menepuk-nepuk keningku (oke, ini bohong banget). Sampai di rumah, aku langsung memaki-maki diriku karena begitu briliannya membiarkan kesempatan berpendapat itu terbang bebas menempus atmosfer Bumi.
Dan menakjubkannya, itu membuatku lebih sadar – harus lebih berani mengemukakan pendapat, LAIN KALI. Mr. U juga sendiri bilang kalau jangan pernah MALU mengemukakan pendapat. Well, bener juga sih, soalnya kan pendapat-pendapat yang kau kemukakan DIJAMIN oleh Undang-undang Negara. Ah, ingin rasanya mengulang momen tadi dan hari Kamis cepat datang, soalnya ada kelas Bahasa Indonesia lagi di jam kedua.
p.s. Postingan ini diambil dari jurnal yang kuketik di laptop.