Persaingan di kelasku cukup sulit. Setidaknya menurutku. Kau tidak akan menyangka ketika pertama kali bertemu anak-anak di kelasku. Mereka tampak biasa saja, pelajar yang sampai di sekolah tepat waktu lalu langsung pulang ke rumah ketika sekolah berakhir. Begitu hasil ulangan dibagikan dan peringkat rapor diumumkan, ekspetasimu selama ini ternyata salah. Dan itu bakal membuatmu minder. Oh yeah, karena aku merasakannya.
Entahlah alasannya kenapa aku merasa amat sangat tersaingi ketika sedang bertempur menghadapi soal-soal ulangan. Sementara mereka duduk tenang di bangku, menggoreskan pensil mereka, aku malah mengetuk-ngetukkan pensil ke meja dengan gelisah, antara memikirkan soal-soal yang tidak berhasil kutaklukan dan bahwa mereka berhasil unggul lagi nanti sehari sebelum liburan semester dimulai.
Hal yang membuatku heran adalah, oke mereka memang lebih unggul, tapi kenapa ketika guru selesai menerangkan materi dan membuka sesi tanya jawab, mereka hanya bergeming? Dan kenapa mereka lebih bersemangat membicarakan kemenangan tim bola kebanggannya?
Tentu saja ada anak-anak lain yang lebih unggul dari mereka, memenangkan olimpiade dan mengharumkan nama sekolah dan jauh lebih kritis dalam mengajukan pertanyaan. Jika aku sekelas dengan mereka, mungkin aku tidak bakal merasakan atmosfer persaingan mengingat aku sudah mengetahui bahwa mereka memang lebih unggul. Itu artinya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Meskipun mereka tiba-tiba mereplikasi diri, aku masih bisa menerimanya.
Setiap hari aku memikirkan pola belajar anak-anak yang lebih unggul itu. Bagaimana caranya mereka tetap fokus belajar sementara pertandingan tim bola kebanggaan mereka sedang ditayangkan di layar kaca? Bagaimana caranya mereka bisa menaklukan soal-soal rumit tapi tetap nyambung jika diajak ngobrol tentang politik? Kapan mereka punya waktu untuk mencari topik-topik hangat permasalahan dunia sementara ada bertumpuk buku pelajaran yang harus dibaca?
Kau pernah ditanyai seseorang yang nyontek PR-mu dari mana kau bisa mendapatkan angka sekian misalnya (demi janggut Merlin, ternyata dia tukang nyontek yang kritis sekali), atau ketika ulangan seseorang meminta jawabanmu tapi begitu kau melihat hasil ulangannya, nilaimu lebih kecil daripada nilai seseorang yang minta jawabanmu tadi? Aku pernah mengalaminya dan jujur saja, itu menyakitkan dan amat sangat tidak adil. Ada apa ini? Hukum alam apa yang berlaku?
Ketika seseorang itu bertanya lagi tentang bagaimana menyelesaikan soal nomor sekian kepadaku, aku seolah ingin menjerit frustasi tepat ke mukanya, "Kenapa kau bertanya padaku? Harusnya aku yang bertanya padamu." Oke, kuakui itu... menyedihkan.
Entahlah. Aku tidak yakin pada akhirnya keberuntungan akan berpihak ke siapa. Aku pernah mendengar cerita tentang dua orang yang bersaing dalam SNMPTN. Yang satu pintar, yang satu lagi biasa saja. Tapi yang biasa saja berhasil mendapatkan PTN idamannya, sementara yang pintar malah gagal. Ada beberapa kemungkinan kenapa bisa begitu. Pertama, yang biasa saja justru mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk belajar daripada yang pintar sehingga dia bisa lulus, kedua, yang pintar tidak tahu bahwa ada kesalahan teknis bisa karena pensilnya ternyata 2B palsu atau melingkari jawabannya salah, dan ketiga, keberuntungan. Yang biasa saja berhasil menarik nomor undian yang benar dari dalam kotak.
Aku lebih memilih menjadi yang lebih beruntung daripada yang lebih pintar.
Apakah keberuntungan juga yang memihak mereka?