Powered by Blogger.

Kembali

Dini hari. Besok ada ujian Ekologi jam 07.30. Mood belum terkumpul sempurna untuk belajar lagi--padahal habis ini lanjut turu. Wis ngeblog ae setelah membiarkan debu menempel di blog ini selama dua bulan.

Bolehkah aku awali dengan menceritakan semester tiga?

Awalnya, aku menjadi konsumen omongan-omongan kakak tingkat; tentang semester tiga yang memberikan pengalaman tidur hanya beberapa jam karena sibuk terbenam di kamar kos dengan berlembar-lembar kertas laporan praktikum.

Awalnya, aku percaya--sebagai seorang junior yang masih terlena dengan tidur cukup dan praktikum yang hanya dua kali seminggu--bahwa semester tiga itu menyeramkan, dan kalimat yang akan dilontarkan oleh orang-orang ketika memutuskan untuk daftar UKM di semester tiga adalah, "Whoa, ain't got time for that"--karena laporan praktikum yang menumpuk.

Tapi, ekspetasi hanyalah ekspetasi.

Setelah dijalani, padahal biasa saja.

Tentang waktu tidur hanya beberapa jam itu memang benar terjadi. Aku mengalaminya, dan setelah terbiasa, malah tidak lagi khawatir. Entah karena waktu 24 jam itu kurang, atau payah dalam manajemen waktu, atau keduanya.

Tapi, sibuknya seseorang di semester tiga itu bergantung jumlah SKS yang diambil. Atas rekomendasi dosen pembimbing akademik (DPA), aku mengambil 19 SKS yang di dalamnya ada mata kuliah yang ingin kuperbaiki--kata 'PERBAIKAN' untuk penghiburan, sementara kata 'NGULANG' untuk tekanan batin. Astaga demi hippogriff nyengir, mengambil mata kuliah yang sudah diambil semester sebelumnya itu bukan sesuatu yang menyenangkan karena 1) beda dosen dan kebijakannya, 2) beda tingkat kemudahan soal-soal ujian, 3) beda teman-teman sekelas, dan 4) beda mood. Aku mengakui kalau ini kesalahanku. Tapi, mau dikata kenapa lagi. Wis jalani ae.

Selama ini aku begitu terlarut dengan 'harus-ikut-organisasi-demi-masa-depan'. Jadi, sementara orang-orang begitu (terlihat) menikmati organisasi yang mereka ikuti, aku hanya mengamati mereka dengan perasaan bersalah. Sayangnya, aku hanya bisa pilih salah satu: 1) aktif di organisasi, tapi nilai bakal terancam; atau 2) nilai bagus, tapi menjadi mahasiswa kupu-kupu. UGH demi janggut Merlin! Aku benci dengan ini; pelabelan mahasiswa kupu-kupu, kura-kura, dst dsb dll etc. Seolah menjadi mahasiswa kupu-kupu adalah pilihan terburuk yang pernah ada, dan menjadi mahasiswa kura-kura adalah pilihan terbaik yang pernah ada.

Right then.

Karena aku masih terlarut dengan 'harus-ikut-organisasi-demi-masa-depan', aku memutuskan untuk mendaftar UKM. Awalnya, ketika oprec UKM di Gelanggang, aku masih bimbang mau ikut karawitan (yes man, kau nggak salah baca) atau pers mahasiswa (yes man, kau nggak salah baca lagi). Ekspetasi-ekspetasi mengalir deras--yang 99% di antaranya tidak akan terjadi--dan menjelang hari penutupan oprec aku masih belum bisa memutuskan. Akhirnya, tanggal 26 September di mana hari terakhir pengumpulan formulir, aku melesat ke sekre Balairung sambil membawa amplop besar cokelat berisi formulir, CV, dan essay tentang kebebasan berpendapat di Indonesia. Beberapa jam sebelum tiba di sekre, aku bahkan masih saja menatap kosong ke arah laptop seraya mengumpulkan kepercayaan diri.

Selanjutnya, aku mengikuti diklat jurnalistik dasar--setelah melalui tahap seleksi berkas. Di situ ada sesi focus group discussion (FGD) tentang materi yang baru saja diberikan, tentang ekonomi, politik, budaya--hal-hal yang tidak kutemukan di fakultasku saat ini. Sementara yang lain dengan lancarnya membicarakan topik-topik di atas, aku hanya duduk bersila di tempatku sambil berdoa dalam hati 'jangan-tanya-gue-tanya-yang-lain-aja'. Ketika giliranku, aku hanya berbicara kurang dari tiga puluh kata. So yea, aku memang payah. Dan aku malah senang tidak lolos tahap selanjutnya karena aku sadar diri masih perlu banyak melahap topik-topik seperti itu.

Ngomong-ngomong, apa yang dikatakan DPA-ku benar; 18 SKS adalah jumlah optimum, karena masih ada waktu untuk organisasi (ahem!), belajar, tidur, dan tentu saja hal paling menyenangkan yang pernah ada, main (dan definisi main di sini adalah: leyeh-leyeh, nonton film, dan internetan). Tapi, tetap saja aku masih payah dalam manajemen waktu dan profesional dalam procrastinating.

So yea, pada akhirnya aku duduk di depan laptop menulis ini dengan dua laporan praktikum yang perlu direvisi dan materi Ekologi yang perlu dibaca lagi.

Mudik 2014

Mudik ke Solo. Heran aja kenapa udah (ahem) mahasiswa tapi masih dapat THR. Ya sudah lah ya, disyukuri saja. Agenda di Solo sama seperti tahun-tahun kemarin, ke Gramed, Luwes, rumah para mBah, tapi tahun ini lanjut ke Malang dan gunung Bromo. Yes man, I couldn't be happier.

Pertama, singgah dulu ke Museum De Mata, Jogja. Kau bisa berpose di depan foto 3D.

Ya kayak gini contohnya.

Senin di ART JOG

Art Jog--di mana kau bisa (seolah) mengintelekkan diri--pencitraan, ahem--dengan berpose membelakangi kamera seolah sedang khusyuk memandangi suatu karya seni--adalah pameran seni yang diadakan setahun sekali di Taman Budaya Yogyakarta. Thanks to socmed, terutama mereka yang mengupload potret diri di depan suatu karya seni--oh wait, I don't stalk, I investigate--dan karena tidak mau menyesal, akhirnya aku membawa diriku ke sini dengan seorang teman.

Sherlocked


Let me scream like a fangirl first. Why, you would ask. Because—yes, I know it’s a little bit late… and clique—but, I already watched Sherlock!!!!1!!!!

Nonton kabaret

Seolah terbang naik Hippogriff lagi karena sudah responsi Paleontologi. Oh, wow. Kau harus merasakan sendiri rasanya praktikum Paleontologi, dengan begitu kau bisa merasakan rasanya selesai semua acara praktikum.

Sail on, Ariana


Mungkin karena rangkaian kata-katanya atau pengaruh hormon (ya, hormon. Dosen SPH bilang semua karena hormon), “Satu Keping”-nya Sri Izzati berhasil membuatku takjub. Ini novel pertamanya yang bertema galau dan patah hati (dua masalah yang saat ini sedang banyak dialami). Aku belum pernah merasakan galau dan patah hati, terutama terhadap seorang laki-laki (and I don't want to spend my precious time for it *kibas-kibas tangan*). Tapi, ketika halaman demi halaman kulahap dalam waktu dua jam, aku seolah ikut-ikutan galau dan patah hati seperti Ariana, si tokoh utama. Semua gara-gara K, si tokoh misterus yang mengisi hari-hari Ariana (h*llyeah!).

Kermit's surgery

Praktikum yang ditunggu-tunggu adalah pembedahan hewan, am I right? Dulu, pas kelas satu SMP, aku membayangkan pas Biologi akan ada praktik membedah hewan, which is katak--the classic expectation all the time. Dan aku udah ngeri membayangkannya. Tapi, ternyata praktikumnya membedah ikan, dan FYI ikannya sakaratul maut ketika dibedah, susah payah bernapas sementara kami, anak-anak kelas satu SMP yang lugu, berusaha untuk melihat insangnya.

Hari Kamis lalu, the-classic-expectation-all-the-time was happening! Specimen yang digunakan adalah Fejervarya sp., nama spesies untuk katak sawah. Jika kau bertanya-tanya apa bedanya katak dengan kodok, biar kujelaskan. Kodok itu kaki-kakinya pendek, sementara katak kaki-kakinya panjang. Specimennya sudah diawetkan dan astaga, bau-nya menyengat sekali. Itulah kenapa harus menggunakan masker dan sarung tangan.

Organ-organ dalam dan otot-otot pada katak ditunjukkan oleh kakak asisten, dan FYI, ternyata otak katak itu kecil sekali. Mungkin sekitar 1 cm.

Well, setiap sebelum praktikum pasti ada pre-test dan materinya seputar acara praktikum hari itu. Tapi, untuk praktikum kemarin, diadakan post-test, dan praktikumnya membantu karena setelahnya jadi tahu bagaimana bentuk organ-organnya (dan jangan tanya berapa nilai post-testku karena itu 'rasis' :-P).

Poor Kermit.

A wimpy writer met a well-known writer #3

Jadi, ini ketiga kalinya bertemu penulis. Aku amat sangat berterima kasih dan salut kepada mereka yang mengadakan seminar dengan pembicaranya seorang penulis--dan aku lebih tertarik mengikuti seminar model begini daripada seminar dengan pembicaranya seorang menteri.

Kali ini, Asma Nadia jadi pembicara di seminar Inspiring Woman Talk--so yea, aku tahu kok ini tentang wanita dan segala tetek-bengeknya, tapi mau apapun tema seminarnya, selama pembicaranya adalah seorang penulis, aku akan menghadirinya (meskipun pas weekend sekalipun yang biasanya dijadikan alasan untuk bangun siang). Dan memang, audience-nya adalah perempuan semua, dengan 98% di antaranya berjilbab panjang dan rok, sementara aku pakai kerudung paris biasa (I said kerudung, ahem.) dan celana jeans.

Lokasi seminarnya bertempat di Psikologi UGM, dan sempat bingung pintu masuknya di mana (maklum, aku kan anak fakultas di seberang jalan yang lugu). Ada booth penjualan buku Asma Nadia juga. FYI, Ma demen baca buku-bukunya Asma Nadia, sementara aku cuma ngintip-ngintip isinya ketika bukunya lagi nganggur. Jadi, aku SMS Ma kira-kira buku mana yang belum punya since buku yang dijual koleksi lengkap dan edisi revisi pula. Tapi, kita sama-sama nggak tahu buku mana yang belum punya jadi aku asal beli saja. Well, yang penting kan di akhir acara bukunya bisa ditandatangani penulisnya.

Topik pembicaraan seputar gimana-caranya-jadi-istri-yang-baik, masalah-masalah seputar pernikahan nanti, perempuan yang harus bisa menjadi pemimpin, dll dsb etc--yah pokoknya topik-topik yang dibahas di buku-bukunya Asma Nadia.

Cukup terhibur dapat tanda tangan meskipun nggak foto bareng.

Seraya menunggu

Saat ini aku sedang mendekam di rumah--salah satu bagian dari surga kecil dunia--dan menikmati libur semester. Oh wow, setelah berbulan-bulan terlunta-lunta di kampus. Oh, tunggu. Itu belum seberapa dibandingkan para kakak tingkat yang (mungkin) sekarang sedang berkutat dengan skripsi atau kerja praktek atau KKN atau segala urusan kakak tingkat lainnya yang suatu waktu nanti bakal kualami.

Setelah berbulan-bulan menjadi anak kuliah, tolong izinkan aku untuk mengungkapkan ini: "Jadi, kuliah itu begini, ya"--sambil menekuri portal akademik, menunggu-nunggu satu nilai lagi yang belum keluar. Astaga demi troll gunung yang lagi nongkrong di perpus. Satu nilai saja bikin galau karena IP yang tertera masih sementara. Satu nilai saja bikin benak ini mempertanyakan IP perdana fix-nya berapa, digaungkan secara berulang-ulang hingga menganggu waktu tidurku (oh, tunggu. Aku hanya melebih-lebihkan saja biar terkesan apik).

Tau akunnya @yeahmahasiswa? Astaga, dia itu--siapapun dia--adalah sahabatnya para mahasiswa. Bisa menjadi motivator juga terutama untuk mahasiswa tingkat akhir lewat tweets-nya yang nyindir. Ketika SMA, aku sering menertawakan tweets-nya dan bertanya-tanya apakah benar jadi mahasiswa itu nggak menyenangkan amat. Setelah jadi mahasiswa, aku mulai menyimak penuh perhatian terhadap tweets-nya, karena, well, ada tweet-nya yang sesuai dengan apa yang kualami.

Setelah jadi mahasiswa, aku jadi mengerti mengenai urusan orang. Bukankah menyenangkan jika kita bisa melancarkan urusan orang--meskipun mungkin peran kita hanya kecil? Karena, ketika di dunia perkuliahan, semua orang tiba-tiba punya urusan dan jadwal masing-masing. Jadi, kalau ada orang yang menganggap 'jalan sendiri' itu aneh, menurutku itu aneh.

Beralih ke topik lain.

Oh, tunggu. Pernahkah aku menceritakan kegilaanku berburu novel Sherlock Holmes? Ada begitu banyak novelnya di luar sana bertebaran, ya, aku tahu, tapi aku berburu novel terbitan Gramed. Ada sembilan buku yang diterbitkan, dan tinggal tiga buku lagi yang harus kulengkapi. Setelah menonton filmnya--dan itu amat sangat BRILIAN karena menjadikan Robert Downey Jr. sebagai Sherlock-nya, dan membaca novel yang pertama kubeli: "Penelusuran Benang Merah", aku jadi tersihir dengan kepiawaian Sir Arthur Conan Doyle dalam menggambarkan segudang kasus yang sukses bikin penasaran. Dan ternyata ada museum Sherlock Holmes di London, di 221b Baker Street juga! Museum itu resmi jadi tempat singgah mimpiku selanjutnya.

Saat ini aku sedang melahap The Cuckoo's Calling. Oke, aku harus memuaskan rasa penasaranku, peeps. Aku suka bagaimana Robert Galbraith--a.k.a J.K Rowling--menulisnya. Rasanya jadi ingin menelusuri jalan-jalan di London, dan ngomong-ngomong, jalan-jalan itu juga pernah disebutkan di Sherlock Holmes! Brilian.

Oke, setidaknya buku-buku bisa menjadi pengalih perhatian sementara dari penantianku terhadap satu nilai yang belum keluar itu.

JED-MED-MEC

Diberi kesempatan lagi sama Allah untuk ke Madinah dan Mekkah.

Alhamdulillah amazing bingit!

Meskipun ga ikut UAS Kimdas, sih.