Powered by Blogger.

Seeeeeenin

Wow lihat, Senin akhirnya datang dan sekarang sudah jam 10.30 malam. Meskipun aku ngantuk dan lelah karena melewatkan 75% waktu berhargaku dengan duduk di bangku sambil bertopang dagu menunggu waktu pulang, kupaksakan untuk mengetik ini. Hei, padahal aku ingin waktu tidur tambahan saat bangun tadi, tapi sekarang aku malah duduk menekuri layar laptop dan tidak merasa cukup lelah untuk tidur sekarang. Awas saja kalau besok ketika bangun, mata masih minta tidur lagi.

Setidaknya hari ini tak ada Dementor yang cari perhatian biar di-Patronus, atau troll gunung bodoh yang ingin hidungnya dicolok tongkat, atau monster-monster egomaniak yang ingin hidupnya berakhir di Tartarus. Well, jujur saja aku lebih memilih menghadapi mereka daripada menekuri setumpuk tugas. Oh tidak, aku hanya bercanda. Aku lebih memilih liburan, ya, tentu saja!

Aloha, lagi!

Mari kita mulai di suatu hari Jumat terakhir dalam minggu liburan semester dua (ga yakin waktu yang berlalu kelewat cepat atau durasi liburannya sedikit). Jadi, aku mengetik ini sambil mendengarkan lagu A Thousand Years Part 2. Galau? Entahlah. Tapi menurutku, lagu-lagu galau lebih enak diperdengarkan pada malam hari. Tak percaya? Kusarankan kau melirik playlistmu atau putar radiomu. 

Aku belum menonton Breaking Dawn Part 2 dan kurasa, aku tidak memiliki ketertarikan khusus dengan film itu. Well yeah meskipun aku sudah membaca semua bukunya. Jangan menuduh macam-macam dulu, itu disebabkan karena rasa penasaran semata. Dan aku baru menyadari ternyata cerita itu cengeng sekali. Bella yang galau sampai buku akhir (aku tidak ingat bagian saat Bella tertawa), Edward yang kelewat sempurna (aku tidak membencinya tapi aku tidak bilang aku menyukainya) tapi rada creepy (bayangkan dia mengikutimu, memanjat jendela kamarmu, lalu memandangimu tidur). Aku lebih suka Harry Potter. Aku tahu A Thousand Years dari rasa kepo untuk membuka music video-nya dan oke, itu lumayan juga. 

Abaikan euforia saat pemutaran perdana filmnya. Sementara mereka sibuk memperebutkan kursi bioskop, dengan mudahnya Pa mendapatkan tiga tiket Skyfall. Peduli amat dengan ‘Cupu kalau belum nonton Breaking Dawn Part 2.’ Jika rencana nonton Skyfall gagal, aku tak bakal ketemu Q (iya, dia cakep!). Breaking Dawn Part 2 masih nangkring di jadwal film, sementara aku nonton Life of Pi (aku bersumpah akan beli DVD-nya nanti). 

Ah ya, Senin sudah di depan mata dan aku tidak mau menyibukkan diri untuk menyiapkan segala tetek bengek sekolah. Beberapa bulan lagi ujian? *kibas-kibas tangan* Mari fokus ke makalah dulu. Oh hei, nyadar nggak sih ‘makalah’ berima dengan ‘masalah’? Itulah poin pentingnya. Makalah menjadi masalah jika dijadikan nomor terakhir dalam daftar skala prioritas. Astaga, apa yang sudah kulakukan beberapa bulan terakhir ini? *menghela napas frustasi* 

Oh well, setidaknya Mr. U tidak mengungkit-ungkitnya setelah ulum berakhir. Aku tidak yakin itu karena beliau lupa atau sengaja menguji rasa tanggung jawab murid-muridnya. Tapi, *merentangkan tangan dengan putus asa* lihatlah makalahku yang baru memulai hidupnya kembali di bab tiga. Aku berkiblat pada teman-temanku: jika mereka menggarap makalah, aku juga menggarap makalah, atau, jika mereka belum menggarap makalah, aku juga belum menggarap makalah. Kau nggak bakal percaya sikap para cowok yang santai main game online tanpa memikirkan makalah apalagi ujian akhir. Astaga, demi janggut Merlin, kok bisa sih? 

Hal yang membuatku khawatir di semester dua selain sebentar lagi ujian, ya itu dia, makalah. Belum lagi menghadapi sidang makalah. Apalagi aku sendirian. Oh yeah, sendirian. Bayangkan rasanya berdiri di depan, mempresentasikan hasil kerjamu, dipelototi banyak orang, dan ditanya pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya menjatuhkan reputasi oleh segelintir orang yang kelewat kritis. Tak bisakah mereka duduk diam sambil manggut-manggut lalu tepuk tangan begitu si penyaji selesai? 

Lupakan masalah sekolah. Mendingan mengingat-ingat liburan. Ah ya, aku rada berharap jadi penduduk Dieng. Meskipun airnya sedingin es (dan aku khawatir jika nekat keramas bisa-bisa kena hipotermia), tapi temperaturnya sejuk, tak ada suara berisik motor-motor berknalpot besar, suara anak-anak main bola, dan debu yang menimbulkan jerawat. Malam hari memang dingin, dan aku tidur berlapis selimut dobel. Tapi, siang harinya tidak terlalu, maksudku panasnya biasa—tidak menyengat—dan tidak dingin-dingin amat. Kalau orang-orang kota mungkin jogging ke taman, di Dieng jogging ke gunung sambil terpana memandangi semburat jingga di garis horizon (tiba-tiba aku teringat tugas perspektif). Lebih nyaman memakai sepatu kets karena kau mesti melalui perjalanan yang cukup sulit. Apalagi jika tanahnya licin karena hujan. Hati-hati saja bisa-bisa kau salah mendaratkan dirimu. Kusarankan jika kau ingin bunuh diri, Dieng juga tempat yang lumayan indah sebelum kau menutup mata untuk terakhir kalinya (jangan khawatir, aku hanya bercanda). 

Jika kau mengikuti kelas Sejarah dengan cukup baik, mungkin kau mengenal nama-nama manusia purba sebelum Homo sapiens. Demi hippogriff nyengir, Mrs. Y pasti terpana mendengar ceritaku mengunjungi Museum Sangiran. Ah ya, di sini kau bisa melihat berbagai macam fosil manusia dan hewan-hewan purba. Diorama tentang masa-masa perburuan makanan juga ada. Bayangkan manusia-manusia purba mengejar seekor rusa dengan batu tajam dan tidak secarik kain pun melekat di kulit mereka. Brilian. Mungkin Mrs. Y akan semakin terpana jika diceritakan perjalanan menyusuri jejak raja-raja Mataram, mengunjungi Masjid Agung Demak, dan jalan-jalan di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon. Oh well, jika aku masih mengikuti kelasnya Mrs. Y, beliau harus memberiku nilai lebih (sayangnya di kelas tiga gurunya ganti). Oke, aku hanya bercanda. 

Saatnya kembali ke tempat asal. Menghadapi semester dua yang bakal penuh perjuangan. Selamat tinggal liburan. Dan ngomong-ngomong, aku rela mengorbankan apa saja asal bisa secara permanen menetap di Solo atau Jogja.