Powered by Blogger.

Survivalis Tiga Hari

Baru saja menjadi seorang survivalis seperti Katniss Everdeen, tapi tanpa Peeta dan arena penuh bahaya. 

Kau boleh percaya atau tidak, aku melewatkan hari Jumat malam hingga Minggu sore di suatu tempat yang tanahnya lengket-lengket di sepatu, kamar mandi hanya dua, untuk ke sumber air harus menerjang tanah berbatu dan berlumpur, dan menginap di tenda (sempat mengalami rasanya tenda bocor dan barang bawaan basah semua). Justru malah nambah pengalaman (dan aku tidak ingin mengalaminya lagi, tentu saja).

Aku tidak mendaftarkan diriku ikut Hunger Games, ya (dan semoga Hunger Games tidak beneran ada). Tapi, aku mendaftarkan diriku ke suatu kelompok studi. Untuk jadi anggota kelompok studi ini, para calon anggota harus mengikuti diklat dasar: diklat ruang dan diklat lapangan. Karena aku sudah melalui diklat ruang, jadi aku mengikuti diklat lapangan yang diadakan di suatu wisata alam di daerah Bantul. Kesan pertama ketika sampai di lokasi adalah: gelap. Bus tidak bisa melanjutkan perjalanan karena kondisi jalannya yang tidak beraspal dan licin, jadi aku dan peserta lain berjalan kaki di tengah kegelapan malam seraya berlumpur-lumpur ria. Aku sudah membayangkan akan melewatkan malam di tenda dan penerangan hanya senter—tidak mandi juga (dan ternyata tidak mandi selama tiga hari itu bukan ide yang bagus).

Tidur hanya dua jam, bangun pagi-pagi, siangnya ngantuk seolah ada troll gunung lagi menggantung di kelopak mata. Karena ada saja acara dari kakak-kakak panitia, sedikit demi sedikit ngantuk mulai berkurang. Acara yang paling seru adalah outbound di sabtu pagi hingga siang. Para peserta mengikuti warna tali rafia yang diikat di suatu tempat lalu akan dibawa ke suatu pos di mana kakak panitia telah menunggu untuk memberikan game. Saat outbound, aku melewati rumah-rumah penduduk dan mereka pada umumnya memelihara sapi ternyata—mengingatkanku pada rumah mBah di Karanganyar.

Ngomong-ngomong, kami hanya diberi waktu 30 menit untuk mendirikan tenda dan kalau kau tanya aku apa aku ada pengalaman mendirikan tenda sebelumnya, well, sejujurnya TIDAK ADA (oh tunggu, jadi selama pramuka di sekolah dulu aku ngapain?). Sebingung-bingungnya mendirikan tenda, pada akhirnya selesai juga. Lokasi tenda berada di atas dan sumber air di bawah. Jadi, kalau mau ke kamar mandi harus berhati-hati turun ke bawah. Itulah kenapa aku dan peserta lain tidak mandi.

Fakta lain yang harus kau ketahui: peserta tidak boleh bawa hape dan jam. Oh, betapa sepinya hidup tanpa hape dan jam. Tapi, para peserta hanya bisa ‘ywd c’. Toh pada akhirnya kami bisa ‘bertahan hidup’ tanpa dua barang itu—selama tiga hari, tapi.

Untuk makanan, kami tidak berburu (dan kebetulan aku tidak bisa memanah seperti Katniss). Para panitia memberikan para peserta uang sejumlah 300rb dan harus cukup untuk makan selama tiga kali: sabtu pagi, sabtu siang, dan minggu pagi. Dan para peserta membawa peralatan masak sendiri. Merasakan lagi menjadi survivalis: suka tidak suka harus makan, lapar tidak lapar harus makan. Bayangkan nikmatnya makan ubi rebus bersama-sama survivalis lainnya.

Setelah tiga hari menjadi survivalis, para peserta dilantik untuk jadi anggota baru, dan sebelumnya para peserta ditutup matanya. Kalau diterima jadi anggota, para peserta akan menemukan slayer dipasang di pundaknya begitu membuka mata. Menurutku, tidak apa-apa aku tidak diterima jadi anggota. Yang penting pengalaman survivalis-nya itu yang membuat hidup nggak datar-datar amat, dan nikmatnya 'nggak mandi' bersama-sama MUAHAHA (nggak, aku tidak ingin mengalaminya lagi meskipun disuap pakai paket jalan-jalan ke Jepang 7D6N, terima kasih banyak).

No comments

Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)