Powered by Blogger.

KIM-ia Itu Asyik

Hari Senin tanggal 16 Mei sampai dengan hari Jumat tanggal 20 Mei, aku beserta para pelajar Smansa kelas X dan XI – (minus kelas XII yang lagi sibuk berbahagia karena lulus UN dan menjalani misi pencarian universitas) cuti sekolah karena Para Junior Baru sedang berkutat dengan soal-soal ujian seleksi. Cuti sekolah seminggu, eh, lima hari BUKAN berarti bebas dari kewajiban belajar – dan kalimat ini memang benar: “Untuk kelas X dan XI, hari Senin sampai Jumat BELAJAR DI RUMAH.

Mrs. I memberikan setumpuk tugas Kimia yang terdiri atas Stoikiometri, Trio Hidrokarbon, Minyak Bumi dan Gas Alam, dan Konsep Reduksi-Oksidasi. Kuberitahu kau, ya. Stoikiometri sendiri terdiri atas 70 soal Pilihan Ganda dan 20 soal Essay (dan 20 soal itu beranak-pinak pula). Jadi, bisa kauduga, kan, waktu cuti sekolah ini kencan dengan Kimia melulu?

Setelah serah-terima-tugas dari Mrs. I, tiba-tiba Mr. U memberikan tugas merangkum materi Bahasa Indonesia, "Media Grafis." Oke. Jadi, kegiatanku di rumah hanya nongkrong di sofa ditemani buku Kimia
dan segulung perkamen untuk Bahasa Indonesia.

Untuk gerakan pemanasan, aku mengerjakan soal-soal Minyak Bumi dan Gas Alam dahulu. Untuk gerakan inti, soal-soal kompilasi Trio Hidrokarbon, Minyak Bumi dan Gas Alam, dan Konsep Reduksi-Oksidasi kukerjakan. Dan untuk gerakan pendinginan, well, seperti yang telah kauduga: Stoikiometri.

Ngomong-ngomong, ada manfaatnya juga, loh, Mrs. I memberikan setumpuk tugas Kimia macam begini.

1) Aku nggak menghabiskan waktu dengan nongkrong di depan TV dan berusaha mencerna berita-berita terbaru sampai azan Dzuhur berkumandang.

2) Aku menjadi -- er...walaupun sedikit -- paham dengan Tata Nama, penghitungan mol, massa, volume, rumus empiris dan rumus molekul, dll dst dsb.

3) Rasa bosan mendekam di rumah teratasi.

Sayangnya, aku jadi tidak bisa melahap beberapa novel di rak buku yang lagi menunggu giliran untuk dibaca.

Sebenarnya, pelajaran Kimia itu gampang, loh, kalau kita paham. Kurasa, aku harus lebih menyukai pelajaran Kimia, nih (yang pada akhirnya itu tidak pernah terjadi).

Suatu pertemuan di suatu hari dengan seekor kucing

Ada beberapa keluarga kucing di lingkungan rumah. Well, aku nggak tahu persis berapa jumlahnya. Suatu sore, sepulang dari sekolah, aku menemukan seekor kucing kecil warna putih di depan rumah. Ada bintik merah di dahinya. Pertemuan singkat dengan Si Kucing terjadi beberapa bulan lalu.

Suatu siang, aku melihat Si Kucing dengan ibu-nya. Yup. Dengan ibu-nya – di teras rumah. Mereka lagi bersantai. Kuintip kegiatan mereka. Si Kucing menganggu ibu-nya yang lagi tidur. Well, barangkali dia ingin main. Tapi, Si Ibu malah mendorongnya menjauh. Merasa permintaan main ditolak, Si Kucing jadi pundung. Dia pergi main sendiri. Si Ibu yang baru sadar anaknya pundung, langsung terbangun dari tidurnya lalu menjulurkan kepalanya dari jeruji pagar rumah sambil mengeong – kurasa dia lagi berusaha memanggil anaknya kembali. Oke. Kejadian ini nggak benar-benar aku lihat, tapi diceritakan oleh Lila. Aku jadi tertawa berderai-derai mendengarnya (soalnya sambil kubayangkan juga kronologisnya).

Setelah itu, aku tidak melihat mereka lagi.

Kadang-kadang, ada suara cempreng seekor kucing. Kata Lila, itu suara ayahnya. Aku berimajinasi kalau saat itu ayahnya sedang memarahi atau mungkin memberi petuah untuk Si Kucing. Atau barangkali, ayahnya lagi bosan jadi dia menyanyi keras-keras. Kadang-kadang, ada suara bertengkar para kucing juga. Mungkin sedang ada aksi merebut area kekuasaan antar ayah kucing.

Kemudian, hari Minggu kemarin, aku menemukan seekor anak kucing hitam-putih dengan ibunya. Di teras rumah pula! Mereka lagi tidur. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan emas di depan batang hidungku, langsung kuambil kamera. Saat aku memfokuskan kamera, tiba-tiba si anak kucing terbangun. Dia nggak mengeong atau mencakar. Dia malah memerhatikan benda hitam besar yang sedang kupegang. Merasa terganggu, si Ibu terbangun tapi kemudian dia tidur lagi. Keluarga kucing yang kutemukan kali ini bukan keluarga Si Kucing. Well, kata Lila, Si Kucing bukan kucing kecil lagi.

Dan sore ini, aku menemukan si kucing hitam-putih dan ibunya lagi! Langsung kuambil kamera dan kujepret mereka.


Well, atau jangan-jangan si kucing hitam-putih itu sebenarnya Si Kucing? Barangkali, tanda merah di dahinya itu menghilang ketika dia semakin tumbuh.

Di sekolah juga ada keluarga kucing, ngomong-ngomong. Ada dua ekor anak kucing: yang satu berwarna orange, yang satu lagi perpaduan warna kuning dan hitam. Kucing kuning dan hitam suka sok manja ke manusia. Misalnya, ada manusia di sekitarnya. Terus, dia langsung menghampiri – minta dielus. Kalau yang warna orange, dia jarang kelihatan. Ada satu keluarga lagi: ibu dan dua ekor anaknya. Yang satu berwarna hitam, yang lain berwarna putih. Mereka keluarga yang aneh dan hobinya sembunyi dari manusia. Kucing putih fobia sama manusia dan kedua matanya berwarna merah (aku nggak tahu kenapa), kucing hitam galak sama manusia – hobinya menggeram, padahal kalau didekati, nyalinya langsung menguap. Sayangnya, aku kurang suka dengan keluarga kucing yang ini.

Mungkin beberapa bulan ini adalah Bulan Khusus Bagi Keluarga Kucing.

Yuk, sekarang kita mendesain cover buku!

Proyek SenRup kali ini adalah mendesain sampul buku. Mr. T memberikan beberapa judul buku: “Si Kancil yang Cerdik”, “Cara Merangkai Bunga”, “Sejarah Kebudayaan”, “Bumi dan Antariksa”, “Pendidikan Seni Rupa/Musik/Drama/Tari”, “Gerak dan Kesehatan.” Aku memutuskan untuk memilih judul “Bumi dan Antariksa” soalnya aku ingin menjadi seorang astronot dan ketemu E.T dan para alien di film “Aliens in the Attic” (oke, tapi itu bohong). Kau bisa memakai namamu dan menambahkan gelar sesukamu di dalam sampul bukunya – asal jangan Alm. aja, kata Mr. T. Untuk penerbit, Mr. T menyarankan nama tumbuhan, jadi kupakai nama “Trembesi.”

Awalnya, aku bingung gambar apa yang cocok untuk sampulnya. Oke, aku tahu aku tinggal menggambar Bumi, pesawat antariksa, planet Saturnus, dan Bulan. Kutambahkan tangan yang sedang menengadah seolah-olah ingin menggenggam Bumi.

Cat air dan kertas krep itu beda 180 derajat. Cat air cepat kering dan warnanya susah diratakan, sedangkan warna dari kertas krep transparan dan gampang diratakan. Untuk mengakalinya, aku pakai cat air punya… teman. HAHAHA. Itulah arti dari azas manfaat. Kebetulan, cat air punya teman itu oke, jenis cat poster dan warnanya bagus – tinggal celupkan kuasmu ke dalam botol cat terus tambahkan sedikit air.

Untuk proyek kali ini, aku telah mengulangnya dua kali. Proyek pertama karena warna cat-nya yang nggak rata. Iya, soalnya aku pakai cat air rakyat (entah karena cat airnya atau kuasnya atau malah diriku). Bentuk jempol di tangan kanan cacat sekali, dan... warna kolom penulisnya juga jelek. Untuk proyek kedua, aku pakai cat air punya teman dan hasilnya er… lumayan.


Ini desain yang kedua. Kali ini... Alhamdulillah. Nggak ada yang gagal. Hanya saja, warna kuning-nya beda dengan desain yang pertama. Warna kuning di desain kedua seperti warna stabilo (dan tolong, jangan tanya padaku berapa batang stabilo yang telah kuhabiskan -- aku pakai cat asturo punya teman, kok. HAHAHA). Kali ini, warna biru-nya rata, soalnya well yeah, aku pakai cat punya teman LAGI. Tapi, menurutku ini lumayan, loh.

Ngomong-ngomong, kau masih ingat dengan proyek poster? Well, hari Rabu kemarin hasilnya udah dibagikan dan guess what? Berapa nilai yang berhasil kuraih? Angka tujuh dan tiga! 73.

N.B. Semoga aku mendapat nilai sempurna untuk proyek kali ini.

***

p.s. HAI, terima kasih sudah membaca postingan ini. Aku tahu kok tugas ini bikin frustasi. Tenang, kamu nggak sendirian kok. Teman-temanmu juga merasakan hal yang sama. So yea, kalau kamu berambisi untuk dapat nilai bagus pada proyek kali ini, semoga tips ini berguna.

1. Pemilihan cat
Kusarankan, jangan pakai cat rakyat (itu loh, cat murah meriah yang kalau mau membuka tube-nya harus ditusuk jarum). Selain warna-nya yang kurang cerah, cat ini ngeselin. Dicampur banyak air malah meluber, dicampur sedikit air catnya terlalu kental (setidaknya, itu yang kualami). Jika kau benar-benar berambisi untuk dapat nilai bagus, belilah cat yang bagus. Males beli? Ya udah, tinggal minta saja sama temanmu.

2. Pemilihan gambar cover
Gambarlah cover yang kira-kira tidak ribet diwarnai.

3. Sabar, sabar, sabar, sabar, sabar, sabar...
Butuh kesabaran juga dalam menyelesaikan tugas ini. Jadi, sabar, teman-temanmu yang lain juga merasakan hal yang sama. Kalau kebetulan ada seorang teman yang jago, tak ada salahnya minta tolong (minta dibikinin, maksudnya).

Oke. Selamat menekuri tugas ini, ya. Semoga berhasil.