Powered by Blogger.

Dalam Rinai Hujan

Foto tetesan hujan di jendela

Selasa, 14 Desember

Chairil, 10 tahun

Asyik, hujan lagi! Aku dan teman-teman berlarian ke depan pintu masuk sebuah pusat perbelanjaan. Kami membentangkan payung-payung berwarna-warni yang kami bawa, kemudian menunggu. Aku membutuhkan hujan, sama seperti para ojek payung lainnya. Kalau tidak hujan, sulit bagi kami mendapat uang untuk sekolah. Tapi untungnya, bulan ini sering turun hujan. Jadi kayaknya penghasilanku akan lumayan banyak. Kebanyakan orang tidak membutuhkan jasa ojek payung. Mereka lebih memilih untuk menunggu hujan reda. Tapi, bagiku tidak apa-apa. Toh masih ada kok beberapa orang yang membutuhkan jasa ojek payung. Seorang bapak menghampiriku dan aku langsung memberikan payung lebarku kepadanya. Kemudian aku berjalan menembus hujan mengikuti langkah kakinya. Basah kuyup.

Genny, 15 tahun

Aku suka hujan. Harmoni yang ditimbulkannya saat setiap tetesnya jatuh menerpa tanah. Aromanya. Aroma tanah yang lembab. Andai aku punya sebotol parfum dengan aroma hujan.

Di dalam hujan ada lagu bagi mereka yang rindu, dan aku merindukan hujan. Aku mendapati langit berwarna abu-abu saat aku sedang mengikuti kelas Matematika di sekolah. Aku mengulum senyum seraya mengerjakan latihan soal-soal yang ada di buku.

Bejo, 37 tahun

Masih banyak gulungan koran yang harus kuantar. Aku sedang mengayuh sepeda kumbangku ketika tiba-tiba satu demi satu tetes hujan jatuh. Aku mengumpat dalam hati. Sial, kenapa dia harus datang sekarang? Hanya dia satu-satunya yang menghambat pekerjaanku. Sebelum hujan bertambah deras, aku menepikan sepedaku di pinggir pertokoan. Kututupi gulungan-gulungan koran itu dengan selembar plastik. Hujan adalah musuhku.

Genny, 15 tahun

Entah kenapa aku suka sekali dengan hujan. Dulu, ketika aku berumur lima tahun, aku sering menari-nari sambil tertawa-tawa riang di bawah rinai hujan. Dan karenanya, aku sering terserang demam. Ibu telah berkali-kali menasihati, tapi aku tetap saja melakukannya. Habis, kegiatan itu asyik, sih.

Sekarang, aku duduk di bangku kelas satu SMA. Kebiasaan itu tidak pernah aku lakukan lagi. Selain karena umurku yang kian bertambah, aku juga ingin lebih patuh terhadap nasihat Ibu. Kadang-kadang, aku tak dapat menahan diriku untuk menari, tertawa, berputar-putar di tengah hujan, seperti yang sering aku lakukan dulu.

Bejo, 37 tahun

Astaga, kapan sih hujan ini berhenti? Apa dia tidak tahu kalau masih banyak gulungan koran yang harus kuantar? Bagaimana nanti pendapat para pelanggan koran? Sambil menunggu hujan reda, kubuka halaman pertama koran hari ini.

Genny, 15 tahun

Aku sedang berada di dalam toko CD, numpang mendengarkan CD-CD baru lewat earphone yang terpasang di toko itu, ketika tiba-tiba hujan turun. Aku melirik ke arah jam yang tergantung di salah satu dinding toko. Sudah jam empat dan seharusnya sekarang aku berada di rumah sejak dua jam sebelumnya. Ibu pasti mencari-cariku. Tapi, bagaimana aku bisa pulang kalau hujan deras begini? Aku tidak membawa payung pula.

Daripada berdiam diri menunggu hujan berhenti, lebih baik aku baca-baca koran saja. Lagipula, aku agak kasihan juga dengan bapak-bapak penjual koran yang berdiri di sebelahku ini. Ditambah lagi dengan karung yang terpasang di sepeda kumbangnya masih penuh gulungan-gulungan koran. Jadi, kurogoh saku rokku untuk mengambil beberapa lembar seribuan.

Bejo, 37 tahun

Hujan tak kunjung berhenti. Aku semakin kesal. Berkali-kali kulontarkan berbagai macam umpatan. Habis sudah kesabaranku. Kalau begini aku bisa rugi.

Tiba-tiba seorang siswi berseragam SMA mengambil sebuah koran lalu memberikan tiga lembar seribuan. Dia bilang aku boleh menyimpan kembaliannya. Ah, segala kekesalan dalam hati hilang sudah. Aku mengucapkan terima kasih lalu siswi itu mengangguk dan langsung tenggelam dalam bacaan barunya. Tiba-tiba saja, semua orang yang berteduh di pinggir pertokoan itu tampak tertarik dengan koran-koranku.

Chairil, 10 tahun

Berangsur-angsur, teman-temanku pulang. Mungkin mereka merasa telah cukup dengan pendapatan hari ini. Sedangkan, aku masih ingin bekerja sampai hujan deras ini berhenti.

Tiba-tiba, aku mendengar seseorang berteriak memanggilku. Aku menoleh ke sekelilingku, mencari-cari siapa gerangan yang tadi berteriak. Suara itu berasal dari pinggir pertokoan. Tampak seorang siswi berseragam SMA melambai-lambaikan tangannya. Tanpa pikir panjang, langsung kuhampiri dia.

Genny, 15 tahun

Akhirnya, aku bisa pulang ke rumah! Untung ada ojek payung di sini. Aku mengambil payung warna-warni dari tangan si pengojek kecil lalu berjalan menembus hujan. Si pemilik payung mengekor di belakangku. Langkah-langkah kakinya dengan lincah berjalan. Tak sedikit pun dia tampak kedinginan. Mungkin sudah biasa. Aku jadi rindu dengan masa kecilku, main hujan-hujanan.

Sampailah aku di rumah. Kutanyakan berapa ongkosnya seraya mengembalikan payung warna-warni miliknya. Empat lembar seribuan kuberikan kepadanya. Dia mengucapkan terima kasih dan hal yang kulihat kemudian adalah tubuh kecilnya yang berlari-lari di tengah hujan.

Chairil, 10 tahun

Akhirnya, aku bisa membeli buku-buku LKS!

--------------------------------------------------

p.s. Aku membuat cerpen ini ketika sedang turun hujan. Idenya muncul begitu saja saat aku mau tidur. Jadi, gimana nih menurutmu cerpenku ini, hey pembaca?

p.s.s. Kata-kata "di dalam hujan ada lagu bagi mereka yang rindu" aku kutip dari sebuah tumblr.

2 comments

  1. sebotol parfum dengan aroma hujan, mungkin bisa jadi ide yang sangat brilian. jika ada warna pelangi, itu akan lebih bagus lagi.
    well, cerpen yang bagus, sangat:D

    ReplyDelete
  2. Whoa, makasih banyak ya :D

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya, Kawan. Maaf dimoderasi dulu (ᵔᴥᵔ)