Powered by Blogger.

Lonely


Aku tidak tahu apakah ini hanya perasaanku saja. Aku juga tidak tahu kalau ini memang benar-benar nasibku. Jujur, akhir-akhir ini aku sering menangis sendirian. Bahkan, aku sering menyalahkan Sheilla, adik kecilku yang baru kelas 2 SD. Mungkin, gara-gara Sheilla, kasih sayang kedua orangtuaku berkurang. Apalagi dengan masalah Mama-Papa dengan Kak Cilla.

Ternyata Prasangka Itu…


Aku menunggu jemputan di depan rumah, bareng sama adikku. Hari ini adalah hari kelima aku ikut jemputan sekolah. Salah satu alasannya, seharusnya aku ikut jemputan sekolah.

“Lebih baik, kamu ikut jemputannya Dika,” usul Mama. Dika adalah nama adikku.

“Tapi Ma…,” aku ingin menolak. Tapi, yaa…mau bagaimana lagi.

Akhirnya, mobil jemputan datang juga. Aku dan adikku segera naik. Biasanya, yang mengantar adalah Pak Ridwan. Tapi, kali ini bukan. Bukan Pak Ridwan yang mengantar ke sekolah. Seorang Bapak dengan ekspresi bengis, jenggot yang berantakan, dan mata yang lebar, yang mengantar aku dan Dika ke sekolah. Anehnya, Dika tidak peduli. Dia tidak kaget kalau bukan Pak Ridwan yang mengantar.

“Bumbunya mana lagi?"

Kejadian ini terjadi di hari Kamis, tanggal 13 November 2008. Saat itu lagi pelajaran Tata Boga, pelajaran jam pertama. Tata Boga. Uuuhh… Namanya juga Tata Boga, pasti berhubungan sama masak-memasak. Kelompok aku mencoba untuk buat sup telur kuah bening yang ada soun en baso-nya (sumpah! Pas udah jadi, enak banget!).

“Farizka, besok kamu bawa bumbu ya! Jangan lupa,” kata D waktu hari Rabu.

“Bumbunya apa aja tuh?” tanyaku balik pada D.

“Ya, misalnya cabe, merica, ya…sejenisnya lah! Oya, jangan lupa bawa bawang goreng,” jawab D.

Sebenarnya, D dan anggota kelompokku yang lain mau pergi ke pasar, beli bahan-bahan buat praktek besok. Tapi, kata D, aku nggak usah ikut. Ya udah, aku langsung pulang. Sampai di rumah, aku langsung tiduran. Soalnya, waktu itu, aku lagi pusing en gak enak badan. Paginya, aku langsung mempersiapkan bumbu-bumbu buat besok.
Aku langsung siapin merica, garam, cabe, en bawang goreng. Nah, semua udah beres! Batinku. Aku berangkat ke sekolah. To the point aja dah, langsung ke bagian waktu praktek masak.

“Farizka, bumbunya mana lagi?” tanya R. Deg! Waduh! Batinku. Jantungku udah deg-degan.

“Duh, masa cuma segini sih? Mana bawang merah en bawang putih-nya?” tanya R lagi. R siap-siap mau marah.

“Ah! Nggak niat amat sih buat masak!” seru Rt, ngambek. Aduh! Sorry! Kurang bumbu yah? Uppss…

Untunglah, R berhasil minta bawang ke kelompok lain. Tapi, walaupun sedikit kurang bumbu, masakannya tetep enak kok! Suwer!!! Hhaha… Untung dua kali, gak lama kemudian, anggota kelompokku yang lain, nggak ngambek lagi sama aku. Hmm… Mungkin karena sibuk dengan makanan mereka masing-masing kali ya? Hhaha…